Berita Bekasi Nomor Satu

Pemerintah Tunda Kewajiban Sertifikat Halal bagi UMKM  

PRODUKSI: Pekerja menyelesaikan pembuatan roti rumahan di Kawasan Bekasi Timur, Kota Bekasi, Belim lama ini. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemerintah memutuskan menunda kewajiban sertifikat halal bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Sedianya aturan itu berlaku efektif 18 Oktober 2024. Tetapi ditetapkan diundur sampai dengan Oktober 2026.

Di lapangan terdapat ketimpangan antara jumlah pelaku UMKM dengan realisasi sertifikasi halal oleh Kementerian Agama (Kemenag).

Merujuk data dari Kementerian Bidang Perekonomian, saat ini jumlah UMKM di seluruh Indonesia mencapai 28 juta pelaku. Sementara itu realisasi sertifikasi halal untuk UMK baru di angka 3,6 juta pelaku.

Perinciannya adalah 3.473.799 pelaku usaha mikro dan 243.574 pelaku usaha kecil. Dengan kata la in baru 12,85 peren pelaku UMKM yang sudah mengantongi sertifikat halal Kemenag.

Pengumuman penundaan kewajiban sertifikat halal untuk UMK itu disampaikan Menag Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta, Kamis (16/5/2024).

Dia mengklaim bahwa penundaan itu sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap pelaku UMKM di seluruh Indonesia. Keputusan itu diambil setelah rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada 15 Mei 2024 lalu.

BACA JUGA: Beri Akses Layanan Finansial ke UMKM, Bea Cukai Bekasi Gandeng LPEI EXIM Bank Indonesia

’’Dengan penundaan ini, pelaku UMKM diberi kesempatan untuk mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB) dan mengajukan sertifikasi halal sampai Oktober 2026,’’ katanya kepada Jawa Pos (Grup Radar Bekasi)

Dia menegaskan kebijakan itu untuk mencegah pelaku UMKM yang belum memiliki sertifikat halal, bermasalah secara hukum. Diantaranya terkena sanksi administrasi yang berlaku sesuai aturan UU Jaminan Produk Halal.

Yaqut mengatakan ketentuan kolnggaran itu hanya berlaku untuk produk UMKM. Selain itu, misalnya usaha menengah dan besar, tetap berlaku aturan wajib mulai 18 Oktober 2024.

Aturan ini tertuang juga dalam Peraturan Pemerintah 39/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Di dalam pasal 140 diatur bahwa produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan wajib bersertifikat halal mulai 18 Oktober 2024.

Pelayanan sertifikat halal dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag. Kepala BPJPH Kemenag Aqil Irham mengatakan pemerintah perlu mempersiapkan anggaran yang cukup untuk memfasilitasi sertifikasi halal UMKM, lewat program deklarasi mandiri.

Selama ini BPJPH Kemenag mengalami keterbatasan anggaran untuk pembiayaan fasilitas sertifikasi halal kategori self declare (deklarasi mandiri). Setiap tahun Kemenag hanya punya anggaran untuk membiayai 1 juta sertifikat halal untuk self declare.

BACA JUGA: Dukung UMKM Go Ekspor, BRI berangkatkan UMKM Kopi Bandung ‘Gravfarm’ Ikuti Expo di Amerika Serikat  

Di bagian lain pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengatakan, dengan penduduk mayoritas Islam, ketentuan soal sertifikat halal itu memang diperlukan.

Namun dia mengatakan penargetan yang semula ditetapkan per 18 Oktober 2024 itu terburu-buru. Mengingat jumlah pelaku UMKM yang sangat banyak. Kemudian kemampuan literasinya juga sangat beragam.

’’Sebagai dasar mengurus sertifikat halal, harus punya NIB dulu,’’ katanya. Ironisnya sampai saat ini tidak semua pelaku UMKM memahami apa itu NIB. Termasuk bagaimana proses mengurusnya. Padahal NIB itu aturan dasar sebelum mengurus sertifikat halal.

Dengan keragaman literasi dan banyaknya jumlah UMKM, pemerintah harus menjalankan skenario sosialisasi serta pendampingan yang massif. Dia mengusulkan pemerintah bisa melibatkan mahasiswa untuk sosialisasi dan pendampingan pengurus NIB, termasuk sertifikasi halal.

Sebagai kompensasinya, mahasiswa mendapatkan kredit poin dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

Dengan skema tersebut, pemerintah tidak perlu menyediakan anggaran yang besar, untuk proses pendampingan. Lina mengatakan mahasiswa bisa bekerja secara sukarela, selama ada kompensasi kredit dalam perkuliahan mereka. (wan/jp)