Berita Bekasi Nomor Satu
Hukum  

Kirim Pesan WA ke Perempuan Diduga Selingkuhan Suami, SV Didakwa Melanggar UU ITE

RADARBEKASI.ID, SURABAYA – SV, ibu dua anak di Surabaya menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan dakwaan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Kasus itu bermula saat SV mengalami keguguran anak ketiga setelah mengetahui suaminya diduga berselingkuh dengan perempuan Warga Negara Asing (WNA) asal Thailand, YR.

SV lalu mengirim pesan WhatsApp (WA) ke perempuan yang diduga selingkuhan suaminya itu.

YR tidak terima disebut pelakor oleh SV melalui pesan WhatsApp (WA) yang dikirimkan kepadanya.

Warga negara Thailand itu melaporkan SV ke Polrestabes Surabaya hingga kemudian kasus itu berlanjut ke Pengadilan Negeri Surabaya.

Jaksa penuntut umum Darwis mendakwa SV dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

BACA JUGA: Kapolri Bilang Ini Soal Revisi UU ITE

Perbuatan SV itu dilakukan setelah mendapat informasi suaminya berselingkuh dengan YR yang juga akrab disapa Maggie. SV yang berusia 34 tahun sempat depresi karena kabar perselingkuhan itu didapatnya saat dirinya sedang hamil anak ketiga. SV mengaku awalnya sudah mengingatkan baik-baik agar menjauhi suaminya.

’’Tapi, WA aku tidak dibalas sama dia. Malah dia nge-post video dan foto suamiku di Instagram. Itu yang membuat aku stres dan keguguran saat usia kandungan 2 bulan,’’ ungkap SB setelah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Surabaya.

Kenyataan tersebut membuat emosi SV meluap. Dia kemudian mendatangi restoran milik YR di Sukomanunggal, lalu memakinya.

YR tidak terima dengan tudingan itu. Perempuan 43 tahun tersebut kemudian melaporkan SV ke Polrestabes Surabaya dengan tudingan telah mencemarkan nama baiknya.

Kasus itu sempat mengganggu aktivitas ibu dua anak tersebut. SV yang punya anak berusia 4 tahun dan 7 tahun mengalami insomnia.

’’Stres mikir masalah ini tidak selesai-selesai. Apalagi, yang dipikir masalah anak-anak juga. Yang saya inginkan sebenarnya masalah ini cepat selesai,’’ ungkapnya.

SV dan pengacaranya sempat mengupayakan perdamaian dengan YR.

Kedua pihak sebenarnya sudah sepakat berdamai. Kesepakatan itu terjadi setelah SV bersedia menyerahkan uang Rp 200 juta. YR sebelumnya meminta ganti kerugian dengan nilai yang fantastis.

Di dalam surat tersebut, YR meminta majelis hakim memberikan hukuman yang ringan dengan pertimbangan SV memiliki dua anak yang masih kecil. Perdamaian itulah yang menjadi salah satu pertimbangan jaksa Darwis menuntut SV pidana satu bulan.

Namun, menjelang sidang dengan pembacaan putusan, YR mencabut surat permintaannya tersebut. Surat pencabutan itu dikirim ke ketua PN Surabaya dengan permintaan agar SV dihukum maksimal.

’’Surat itu saya batalkan dan dianggap tidak pernah ada. Sebab, saya tidak menguasai bahasa Indonesia. Saya tidak memahami semua isi surat yang saya tanda tangani,’’ tutur YR.

Sementara itu, pengacara SV, Elok Dwi Kadja, meminta YR menaati kesepakatan perdamaian. Dia juga menyesalkan kasus tersebut sampai ke meja hijau.

’’Seharusnya perkara ini dapat selesai secara restorative justice karena sudah ada perdamaian. Kami hanya ingin masalah ini segera selesai dan SV dapat melanjutkan hidup yang lebih baik dengan merawat dan mendidik kedua anaknya,’’ kata Elok. (jpc)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin