Berita Bekasi Nomor Satu

Pemkab Tambah Rombel di Sekolah Negeri

Illustrasi

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi akhirnya membuka rombongan belajar (rombel) baru di sejumlah sekolah pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini. Langkah ini dilakukan, karena tingginya animo orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah negeri.

Apalagi kebiasaan untuk menyekolahkan anak di sekolah yang sama dengan abang ata kakaknya dulu masih kerap terjadi. Bahkan fenomena “sekolah warisan” turut menyumbang tingginya angka pendaftar pada PPDB kali ini. Padahal, tidak sedikit pendaftar yang sebenarnya sudah pindah tempat tinggal, sehingga tak memenuhi syarat pada jalur zonasi.

“Sampai saat ini memang masih kami temukan anak yang bersekolah di tempat bapaknya dulu sekolah, atau di tempat kakaknya, sehingga adiknya juga pengen sekolah di situ. Padahal, sudah jelas tempat tinggalnya telah pindah, dan secara zonasi jelas tidak masuk,” kata Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi, Herry Herlangga, Senin (10/7).

Secara umum, ketersediaan bangku untuk siswa baru di sekolah negeri mencukupi. Terdapat 110 SMP Negeri dengan total 860 rombel per angkatan. Dengan ketentuan 36 siswa per rombel, berarti kuota yang dibuka pada PPDB tahun ini sebanyak 30.960 siswa. Hanya saja, pendistribusian siswa tidak merata, karena adanya budaya sekolah warisan dan label sekolah favorit.

“Sebetulnya kuota untuk sekolah negeri relatif pas namun karena memang pendistribusiannya. Ketersediaan sekolah secara umum, dibantu sekolah swasta, sebetulnya cukup. Hanya tadi, karena orang tuanya dulu sekolah di situ, anaknya ingin mengikuti, padahal zonasi tidak masuk,” ucap Herry.

Untuk memfasilitasi tingginya peminat, Pemkab Bekasi pun membuka rombel baru pada sejumlah sekolah. Pembukaan rombel pun dilakukan dengan memaksimalkan fasilitas sekolah yang ada, diantaranya perpustakaan difungsikan sebagai ruang kelas.

Penambahan rombel dilakukan di beberapa sekolah di Kecamatan Cikarang Selatan. Sebelumnya, di lokasi ini puluhan orang tua menggelar unjuk rasa, karena anak mereka tidak memenuhi syarat masuk sekolah negeri. Padahal, lokasi sekolah dan tempat tinggal warga, masih di desa yang sama dengan radius sekitar satu kilometer.

Herry menilai, tingginya pendaftar itu terjadi di SMP Negeri 5 Cikarang Selatan. Lokasi sekolah berada di tengah perumahan, sehingga kuota siswa terpenuhi oleh warga perumahan. Sementara itu, warga di luar perumahan sulit untuk masuk.

“SMP Negeri 5 Ciksel itu masih baru, sehingga ruang kelasnya belum banyak. Satu angkatan baru empat rombel, sebab ruang kelas terbatas. Tapi itu diminati masyarakat, karena lokasinya strategis di tengah komplek perumahan. Sehingga kuotanya habis oleh orang perumahan, sedangkan yang di luar perumahan mau masuk, sudah habis. Maka kami usulkan ke Pak Sekda, itu harus jadi prioritas ruang kelas baru,” tutur Herry

Hal serupa terjadi di dua kecamatan lain, yakni Setu dan Cibitung. Dua wilayah ini memang termasuk kecamatan dengan jumlah penduduk tertinggi di Kabupaten Bekasi. Untuk itu, penambahan jumlah rombel dilakukan untuk memfasilitasi siswa yang tinggal di sekitar lokasi.

Pj Bupati Bekasi, Dani Ramdan menyampaikan, pihaknya telah menggelar rapat untuk membahas tingginya minat PPDB. Dari berbagai kasus yang ada, terdapat paradigma yang perlu diubah dari pemikiran masyarakat tentang sekolah negeri.

Dengan dibebaskannya biaya, seharusnya sekolah negeri diprioritaskan untuk mereka yang tidak mampu. Sehingga bagi masyarakat yang berkecukupan, seharusnya dapat dengan bijak menyekolahkan anaknya di sekolah swasta. Namun pada prakteknya, banyak orang mampu menyekolahkan anaknya di sekolah negeri, dengan alasan favorit. Bahkan ada yang menggunakan berbagai cara agar anaknya bisa masuk sekolah negeri.

“Paradigma ini yang harus diubah, dimana orang tua mampu seharusnya tidak memaksakan diri memasukkan anaknya di sekolah negeri. Karena tentu saja banyak yang keuangannya pas-pas, lebih berhak menerima fasilitas sekolah gratis dari pemerintah. Perubahan paradigma baru ini yang akan kami coba lakukan, sehingga kedepannya kondisi ini dapat dipahami,” terang Dani.

Perubahan paradigma ini dinilai penting, lantaran persoalan sekolah tidak bisa sepenuhnya diselesaikan dengan menambah kuota secara masif. Pembukaan sekolah negeri baru secara besar-besaran, atau menambah ruang kelas secara masif, bisa saja dilakukan untuk memfasilitasi tingginya minat masuk sekolah negeri. Namun langkah ini akan memunculkan masalah baru, diantaranya, sekolah swasta akan kehilangan calon siswanya.

“Kalau semua ditambah rombel, sekolah swasta akan mengeluh, karena nanti minat siswa kesedot ke negeri. Kemudian kalau ruang kelas ditambah, tenaga pengajar pun belum tentu mencukupi. Jadi memang penyempurnaan-penyempurnaan ini akan dilakukan, terlebih soal perubahan paradigma,” beber Dani.

Salah seorang orang tua siswa, Ramad (45), mengakui jika menyekolahkan anak di sekolah negeri ada kebanggaan tersendiri. Meski sang anak sebelumnya bersekolah di sekolah swasta terpadu, namun dia tetap berusaha menyekolahkan anaknya untuk melanjutkan di sekolah negeri.

“Selain anaknya pengen sekolah negeri, di situ juga ada teman-temannya. Makanya sebagai orang tua, tetap berupaya agar anaknya masuk,” tutur warga Cikarang Pusat ini. (and)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin