Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Bekasi Darurat Kekerasan Anak

Pelecehan Seksual Paling Mendominasi

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Setiap anak untuk mendapatkan hak untuk tumbuh dan berkembang, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sampai dengan pertengahan tahun, ada ratusan laporan kasus kekerasan terhadap anak, pemerintah dan masyarakat berkewajiban menjaga hak anak untuk mendapatkan perlindungan.

Bentuk kekerasan terhadap anak beragam jenisnya, mulai dari kekerasan fisik, diskriminasi, seksual, hingga eksploitasi. Salah satu bentuk eksploitasi yang kerap disaksikan di Bekasi adalah mempekerjakan anak, mulai dari mengamen hingga meminta-minta.

Bentuk eksploitasi ini telah mengancam hak anak untuk bermain, bahkan hak mendapatkan pendidikan. Bentuk kekerasan lainnya meninggalkan trauma di dalam diri anak, seperti kekerasan fisik, diskriminasi, hingga pelecehan seksual.

Tahun ini, Bekasi kembali menerima anugerah Kota atau Kabupaten Layak Anak (KLA) 2023. Kabupaten Bekasi meraih penghargaan tingkat Pratama, sementara Kita Bekasi meraih penghargaan tingkat Madya.

Pada kesempatan Hari Anak Nasional kemarin, Plt Walikota Bekasi, Tri Adhianto meminta semua lapisan masyarakat termasuk pemerintah berupaya memenuhi hak anak, serta mewujudkan perlindungan anak di Kota Bekasi.

“Perlindungan dan kesempatan bagi anak-anak untuk berkembang, memberikan perlindungan dengan baik, pemenuhan hak dasar secara menyeluruh kita dorong,” katanya, Minggu (23/7).

Memberikan perlindungan dan pemenuhan hak lainnya kepada anak harus dilakukan mulai dari lingkungan keluarga. Tidak jarang, kekerasan justru diterima oleh anak dari orang terdekat di lingkungan keluarga, bahkan orang tua.

Sampai dengan bulan Juli ini, 60 kasus terlaporkan di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bekasi. Pelecehan seksual masih jadi urutan pertama deretan kasus kekerasan terhadap anak.”Mayoritas kasus yang terjadi pelecehan seksual. Hampir 80 persen,” ungkap Kepala DP3A Kota Bekasi, Satia Sriwijayanti.

Puluhan laporan yang diterima oleh DP3A dilakukan oleh lingkungan terdekat, dikenal oleh anak. Pelakunya mulai dari keluarga, tetangga, maupun teman bermain.

Pihaknya juga telah menindaklanjuti puluhan laporan tersebut sebagai bentuk perlindungan kepada anak, termasuk pendampingan hukum dan pemulihan dari sisi psikologis anak.

“Tidak lanjut dari laporan itu kita lakukan assessment laporan kasus, mengidentifikasi kebutuhan korban, pendampingan kasus terhadap korban dan keluarga, bila berdampak hukum maka pendampingan oleh pengacara, mediasi, pemulihan psikologi,” terangnya.

Sehingga kata Satia, dibutuhkan kepedulian dari semua unsur di lingkungan masyarakat dalam hal pencegahan kekerasan terhadap anak. Mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat sekitar, tempat bermain anak, maupun sekolah.

Selama ini kata Satia, upaya pencegahan kekerasan terhadap anak telah melibatkan Forum Anak Kota Bekasi (Foraksi). Forum ini mengambil peranan lewat sosialisasi kepada teman sebaya, disekolah maupun di lembaga yang banyak menaungi anak-anak kurang beruntung.

“Terkait sosialisasi pencegahan kekerasan terhadap anak tetap kita lakukan kepada masyarakat, Tomas, Toga, Kader PKK, Posyandu, PATBM atau perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat yang telah ditetapkan dari kelurahan dan kecamatan, anak-anak sekolah beserta guru dan orang tua murid,” tambahnya.

Ia meminta kepada masyarakat untuk tidak segan melapor kepada RT/RW, penegak hukum setempat, Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD), dan DP3A jika melihat, mendengar, bahkan mengalami kekerasan.

Pihaknya menarget di tahun ini anak-anak di Kota Bekasi mendapatkan haknya, terhindar dari perlakuan salah dan diskriminasi, terhindar dari kekerasan, dapat berekspresi dan berkembang, hingga tercipta lingkungan yang aman dan nyaman untuk anak-anak beraktifitas. Namun, untuk mewujudkan semua itu dibutuhkan peran dari masyarakat hingga dunia usaha.

Kondisi sosial masyarakat, termasuk dunia anak-anak tidak bisa dilepaskan dari fenomena digitalisasi yang saat ini berkembang pesat di tengah-tengah masyarakat. Berbagai jenis kasus kekerasan terhadap anak bergerak dinamis tahun ini jika dibandingkan dengan tahun 2022 lalu.

Sederet kasus yang terlihat tren peningkatannya seperti perlakuan salah, perebutan hak asuh.

“Tapi kita DP3A dan KPAD intens sebenarnya, begitu ada kasus kita total penanganan. Tapi kesadaran masyarakat Bekasi sekarang sudah tinggi, bagaimana ketika ada kasus, pelaporan, lalu penanganan,” terang Komisioner KPAD Kota Bekasi, Novrian.

Kasus kekerasan dan diskriminasi menjadi perhatian KPAD akhir-akhir ini, terutama kasus tawuran pelajar. Para pelajar kata Novrian, harus memiliki kesadaran bahwa fenomena tawuran dan diskriminasi terhadap pelajar lain merupakan bentuk pembodohan, menunjukkan kemunduran generasi.

“Besok kita Roadshow ke beberapa sekolah untuk kampanye stop bullying dan kekerasan, terutama tawuran juga masih sering terjadi,” ungkapnya.

Selama ini, aksi tawuran antar pelajar kerap kali tertangkap kamera warga, tersebar di linimasa media sosial. Ia mengingatkan kepada sekolah bahwa pendidikan merupakan salah satu anak, sekolah harus tetap memberi pengajaran dan mendidik setiap anak, kecuali sudah memiliki ketetapan hukum.

Menurutnya, banyak efek jera yang mendidik bisa dilakukan oleh sekolah kepada siswanya yang tertangkap tawuran. Tidak jarang kata Novrian, sebagian anak-anak yang hanya ikut-ikutan dalam aksi tawuran.

Pada aspek pendidikan lainnya, pemerintah harus tetap menjamin akses anak terhadap pendidikan. Seperti pada masa PPDB kemarin, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi menyediakan anggaran untuk membantu anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri bisa tetap melanjutkan pendidikan di sekolah swasta.

Pemerintah perlu lebih gencar mensosialisasikan jalan keluar setiap permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat, terutama berkenaan dengan pendidikan anak.

“Jangan sampai justru anak dipekerjakan, akhirnya terjadi perlakuan salah terhadap anak. Karena kan sekarang dunianya anak dunia bermain dan belajar, bukan dunia mencari uang,” tambahnya.

Sementara itu, di Kabupaten Bekasi ada 75 laporan kekerasaan pada anak-anak sepanjang tahun 2023. Tahun 2022 lalu, total 116 laporan kekerasaan terhadap anak.

“Kasusnya hampir merata, mayoritas kasus kekerasan seksual terhadap anak, pelecehan dan sejenisnya. Selain itu bullying, kekerasan di lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta. Kabupaten Bekasi ini peringkat kedua di Jawa Barat, setelah Kota Bandung. Itu termasuk tinggi,” ujar Kepala UPTD PPA DP3A Kabupaten Bekasi, Fahrul Fauzi, kepada Radar Bekasi.

Dalam sehari kata Fahrul, jumlah laporan kekerasaan seksual yang masuk terbilang tentatif. Rata-rata sehari empat sampai enam kasus. Sementara pelaku kekerasaan seksual kebanyakan dilakukan orang tua sambung. “Kasus kekerasan seksual terhadap anak rata-rata pelakunya orang tua sambung. Ada juga yang dilakukan sesama anak,” bebernya.

Dirinya menjelaskan, faktor penyebab terjadinya kekerasan yang pertama menimpa anak-anak yang mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, anak terlalu lugu, memiliki temperamen lemah, ketidaktahuan anak terhadap hak-haknya, anak terlalu bergantung kepada orang dewasa.Kondisi tersebut membuat anak mudah diperdayai.

Kemudian, kemiskinan keluarga, orang tua menganggur, penghasilan tidak cukup, banyak anak. Kondisi ini juga banyak menyebabkan kekerasan pada anak. Lalu keluarga tunggal atau keluarga pecah (broken home), misalnya perceraian, ketiadaan ibu untuk jangka panjang atau keluarga tanpa ayah dan ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan anak secara ekonomi.

Lalu, keluarga yang belum matang secara psikologis, (unwanted child), anak yang lahir diluar nikah. Penyakit parah atau gangguan mental pada salah satu atau kedua orang tua, misalnya tidak mampu merawat dan mengasuh anak karena gangguan emosional dan depresi. Sejarah penelantaran anak. Orang tua semasa kecilnya mengalami perlakuan salah cenderung memperlakukan salah anak-anaknya.

Selanjutnya, kondisi lingkungan sosial yang buruk, pemukiman kumuh, tergusurnya tempat bermain anak, sikap acuh tak acuh terhadap tindakan eksploitasi, pandangan terhadap nilai anak yang terlalu rendah, meningkatnya paham. “Jadi banyak faktornya yang memicu kekerasaan kepada anak,” jelasnya. (sur/pra)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin