Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Kesulitan Mendapat Rekam Medis

TABUR BUNGA : Ayah korban dugaan malapraktik Albert menabur bunga saat prosesi pemakaman anaknya Benediktus Alvaro Darren di Taman Pemakaman Umum Padurenan, Mustikajaya, Kota Bekasi, Rabu (4/10). RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Benediktus Alvarro Daren (7) telah dimakamkan. Meskipun komunikasi antara keluarga dan pihak Rumah Sakit (RS) Kartika Husada Jatiasih sudah terjalin cukup baik saat ini, tapi informasi penyebab mati batang otak yang diterima oleh keluarga masih sekedar resiko operasi. Sejak Alvarro dalam keadaan koma di ruang ICU, keluarga kesulitan meminta informasi rekam medis hingga berujung laporan kepolisian.

Pemakaman Alvarro kemarin berlangsung hikmat, Isak tangis keluarga mewarnai prosesi pemakaman di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Padurenan, Mustikajaya. Pemakaman juga dihadiri oleh guru dan teman sekolah Alvarro, mengantarkan bocah yang dikenal periang dan cerdas ini ke tempat peristirahatan terakhirnya, Rabu (4/10).

Pantas saja bocah berusia tujuh tahun ini banyak teman, di sekolah ia dikenal sebagai sosok yang aktif. Pada sisi akademik, ia dikenal cerdas, kerap mendapat nilai ulangan yang baik di sekolah.
“Dia banyak temannya, karena mungkin aktif juga. Cerdas seperti yang saya bilang tadi,” kata Wali Kelas Alvarro, Yolanda Devina yang ikut hadir dalam prosesi pemakaman.

Perlahan, orangtua harus menerima kenyataan bahwa anak kedua mereka sudah tiada. Namun, satu hal yang belum terjawab, yakni penyebab Alvarro didiagnosa mati batang otak pasca operasi amandel.

Usaha sudah cukup ekstra dilakukan oleh orangtua, meminta rekam medis untuk mengetahui apa yang terjadi pada anak mereka. Permintaan rekam medis ini kata orangtua, dilakukan untuk mencari referensi penyebab dan terapi yang bisa dilakukan di luar RS Kartika Husada Jatiasih selagi masih berada di ruang ICU.

Rekam medis dalam Permenkes nomor 24 tahun 2022 adalah dokumen milik Fasilitas Kesehatan. Isinya, milik pasien.Pada pasien dibawah usia 18 tahun atau dalam pasien keadaan darurat, rekam medis bisa diberikan kepada keluarga terdekat, atau bisa disampaikan kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan dari pasien. Isi dari rekam medis ini mulai dari identitas pasien, hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis, pengobatan, rencana tindak lanjut pelayanan kesehatan, serta nama dan tanda tangan penanggung jawab pasien.

Proses orangtua dan kuasa hukum meminta rekam medis ini berlangsung alot, hingga situasi sempat memanas pada 27 September lalu. Situasi memanas akibat keluarga dan kuasa hukum sudah menunggu lama untuk mendapatkan rekam medis tersebut, hari itu bukan pertemuan yang pertama antara pihak pasien dan RS.

Setelah bersitegang, akhirnya orang tua pasien dan kuasa hukum mendapatkan resume medis, bukan rekam medis seperti apa yang diinginkan sebelumnya.

“Waktu keributan itu, kami mau mencoba masuk ke ruangan dokter terkait yang memeriksa anak ini. Disitulah, mereka baru hari itu juga membuat resume medis, itu kecurigaan kita,” kata kuasa hukum keluarga pasien, Christmanto Anakampun.

Setelah perihal rekam medis, pertanyaan pihak pasien berlanjut ke proses rujukan Alvarro. Christmanto menyebut baru hari itu juga proses rujukan dikerjakan oleh pihak RS, tepatnya di hari ke sembilan Alvarro berada di ruang ICU.

Memperhatikan deretan peristiwa ini, pihaknya memberikan surat somasi kepada pihak RS, memberikan waktu 1×24 jam untuk dijawab. Pihak pasien melaporkan hal ini ke Polda Metro Jaya pada 29 September, surat somasi tersebut sampai dengan Alvarro menghembuskan nafas terakhir pada 2 Oktober tidak ada jawaban.

Senada, orang tua Alvarro, Albert Francis semasa anaknya berada di ruang ICU mengatakan bahwa tidak mendapatkan jawaban pasti dari pihak RS meski sudah beberapa kali bertemu. Padahal, ia berharap dengan bekal rekam medis tersebut bisa membantu mencari alternatif solusi lain di luar RS Kartika Husada Jatiasih.

Setelah apa yang dialami oleh anaknya ini mencuat dan menjadi perhatian publik, komunikasi pihak rumah sakit perlahan membaik. Satu persatu dokter yang menangani anaknya mulai memberikan penjelasan setiap waktu terkait dengan kondisi dan penanganan medis yang dilakukan kepada anaknya.

Bahkan, owner hingga direktur sempat menemui Albert semasa anaknya masih berada di ruang ICU. Hal ini diakui usai prosesi pemakaman anaknya kemarin. Komunikasi pihak keluarga dengan RS terjalin cukup baik dibandingkan awal ia sampai di RS, saat itu anaknya sudah dalam perawatan di ruang ICU.

Permintaan maaf secara langsung oleh manajemen RS belum sampai ke telinganya. Hanya saja ada beberapa manajemen secara pribadi menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga.

Sedangkan terkait dengan informasi penyebab mati batang otak hingga anaknya menghembuskan napas terakhir, sampai kemarin masih menjadi pertanyaan bagi keluarga.

“Penyebab pasti (mati batang otak) itu masih merupakan bagian dari resiko operasi, yang mana saat ini kami sebenarnya memang masih bertanya-tanya, apa sih penyebabnya,” kata Albert.

Terkait dengan proses hukum, Albert belum menjawab lebih jauh lantaran masih dalam kondisi berduka. Setelah ini, ia akan kembali membicarakan kelanjutan proses hukum dengan keluarga.

“Kelanjutannya nanti pasti kami akan buka lagi,” tambahnya.

Terakhir, ia mengingatkan kepada masyarakat umum, termasuk pihak RS sebagai penyedia jasa kesehatan tentang tanggung jawab. Ia berpesan agar segala bentuk pekerjaan tidak hanya didasari rutinitas sesuai dengan bidangnya, melainkan dengan mengedepankan tanggung jawab dari apa yang dikerjakan.

Saat memberikan keterangan resmi, pihak RS mengaku sudah berusaha semaksimal mungkin dalam merawat, memberikan pendampingan pada keluarga, hingga mencari RS rujukan.

Komisaris RS Kartika Husada Jatiasih, Nidya Kartika mengakui ada kesalahpahaman. Ia mengaku terlambat mengetahui informasi secara lengkap, dimana keinginan keluarga pasien meminta resume medis tidak tersampaikan.

Keinginan keluarga pasien kata dia, baru diketahui pada tanggal 29 September, pada saat ia menemui langsung keluarga pasien.”Kami berkomunikasi dengan baik dua arah, setelah itu barulah kami mengerti dan paham apa yang diinginkan keluarga. Saat itu juga saya kumpulkan tim manajemen untuk melakukan rapat luar biasa,” ungkapnya.

Pada kesempatan ini, pihak RS yang hadir memberikan keterangan tidak bisa memberikan penjelasan tentang penyebab mati batang otak yang dialami Alvarro. Nidya mengatakan bahwa perwakilan manajemen yang juga dokter saat itu tidak memiliki kewenangan, lantaran bukan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP).

Resume medis sudah diberikan kepada keluarga, beserta dengan hasil pemeriksaan laboratorium dan sebagainya dalam satu bundel, disimpan oleh keluarga. Sementara terkait dengan rekam medik, ia menyebut dokumen tersebut tidak boleh diberikan sama sekali kepada pihak manapun, termasuk keluarga pasien.

“Rekam medik adalah hak milik rumah sakit, hanya bisa diberikan kepada penyidik jika nanti diperlukan saat penyidikan. Tapi untuk isi rekam medik itu sendiri, selalu dibuka dan di share, dan itu sudah kami lakukan,” tambahnya.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi telah memanggil manajemen dan dokter yang menangani pasien, juga telah membentuk tim untuk melakukan audit medis terkait dengan apa yang dialami oleh Alvaro. Saat ini pihaknya tengah berkonsultasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

“Kemarin kita membuat draftnya sebetulnya, tapi kami harus konsultasikan dahulu ke kementerian kesehatan terkait dengan tim tersebut yang akan melaksanakan tugas,” ungkap Kepala Dinkes Kota Bekasi, Tanti Rohilawati.

Sementara ini belum bisa didapat kesimpulan terkait dengan dugaan malapraktik. Sementara di sisi lain, ada persoalan hukum yang juga tengah berjalan.”Kami koordinasi harus secepat mungkin, apakah mungkin kita akan by phone dulu atau besok kesana (Kemenkes), secepat mungkin,” tambahnya.

Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Kota Bekasi dipastikan akan memberi dukungan kepada pihak RS Kartika Husada Jatiasih. Terkait dengan proses hukum yang saat ini berjalan, Ketua ARSSI Kota Bekasi, Eko S Nugroho meminta kepada anggotanya tersebut untuk menghormati proses hukum.

Ia telah menerima informasi ini sejak beberapa waktu kemarin. Eko juga menyinggung bahwa dugaan yang saat ini menjadi perhatian masyarakat harus benar-benar dipastikan, lewat audit medis oleh beberapa pihak seperti RS dan tenaga ahli guna mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Menurutnya, apa yang sudah dilakukan oleh RS Kartika Husada Jatiasih sudah cukup baik, mulai dari berkomunikasi hingga membantu segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga.

“Kami kemarin sudah diminta hadir oleh Dinkes untuk ikut dalam proses investigasi, kami support. Jadi apapun itu, apapun proses-proses itu kami ikuti, kami hormati,” ucapnya.

Terkait dengan rekam medis, Eko menyebut bahwa RS saat ini masih menggunakan Permenkes nomor 24 tahun 2022, tentang rekam medis elektronik. Dalam ketentuan tersebut, ditegaskan bahwa rekam medis merupakan dokumen milik rumah sakit.Sedangkan isi dari rekam medis, adalah milik pasien, atau yang ditunjuk mewakili pasien. (sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin