Berita Bekasi Nomor Satu

Dikelola Provinsi, Masalah Lambat Diselesaikan, Desak Ambil Alih Kelola SMA

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) baru saja diperingati. Namun, masalah pendidikan di Indonesia dan Kota Bekasi khususnya belum terselesaikan dengan baik. Buktinya, masih banyak anak yang kesulitan meneruskan jenjang pendidikan lebih tinggi. Keterbatasan biaya menjadi salah satu faktor utama.

Ya, statistik pendidikan Kota Bekasi belum sepenuhnya sempurna, Angka Partisipasi Murni (APM) semakin turun seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Tidak semua anak bersekolah tepat waktu, sesuai antara usia dengan jenjang pendidikan yang ditempuh. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin lebar pula perbandingannya.

Hal ini dapat terlihat pada statistik APM Kota Bekasi, data ini menggambarkan jumlah anak usia tertentu yang bersekolah sesuai pada jenjang pendidikannya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat data terakhir APM Kota Bekasi tahun 2022 di jenjang pendidikan dasar (SD) 99,97 point, di tingkat menengah pertama (SMP) 86,37 point, dan di tingkat menengah atas (SMA) 70,53 poin.

Sementara itu, jumlah anak yang bersekolah di jenjang pendidikan tertentu tanpa memperhatikan ketepatan usia sekolah dapat dilihat pada statistik Angka Partisipasi Kasar (APK), jumlahnya relatif tinggi dan bervariasi tiap jenjang pendidikan. Data tahun 2022 kemarin, APK di jenjang SD/sederajat tercatat sebesar 110,21 poin, tingkat SMP/sederajat 91,3 poin, dan di tingkat SMA/sederajat 105,12 poin.

Permasalahan ekonomi kerap menjadi perbincangan dunia pendidikan di Kota Bekasi, terutama pada saat masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), hingga memuncak pada awal tahun ajaran, saat sekolah menarik sumbangan pendidikan kepada siswa baru mereka. Peristiwa ini beberapa kali terdengar, terutama di tingkat SMA/sederajat.

Sesuai amanat Undang-undang nomor 3 tahun 2014, pendidikan di tingkat menengah atas pengelolaannya dipegang oleh Pemerintah Provinsi. Usai dilaksanakan, suara pengembalian pengelolaan pendidikan tingkat menengah atas sempat terdengar dari Kota Bekasi, atas berbagai pertimbangan.

Awal bulan April kemarin, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil sempat menyatakan bahwa dirinya secara pribadi setuju terkait dengan pengembalian pengelolaan SMA/sederajat ini. Pada saat menjabat Walikota Bandung ia mengaku koordinasi secara teknis lebih dekat jika dikelola oleh pemerintah di tingkat kabupaten atau kota.

Terkait dengan kualitas pendidikan di wilayahnya, Plt Walikota Bekasi, Tri Adhianto mengatakan Kota Bekasi saat ini semakin baik. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2022, yang salah satu komponennya adalah pendidikan. “Saya kira kita semakin lama kita naik, IPM kita kan naik kemarin 0,5 persen, sekarang hampir 81 persen lebih,” katanya, Selasa (2/5).

Saat ini, pihaknya tengah mempersiapkan pelaksanaan Kurikulum Merdeka.Tri menyambut baik jika pengelolaan SMA/sederajat dikembalikan kepada pemerintah daerah. Hanya saja, perubahan ini mesti diatur lewat mekanisme perundang-undangan yang berlaku, tidak sederhana.

Kembalinya pengelolaan SMA/sederajat ini akan memudahkan kendali secara teknis oleh pemerintah daerah. Selain itu, setiap persoalan yang muncul dapat direspon dengan cepat.

“Rentang kendalinya lebih pendek, sehingga pembinaan pun bisa dilakukan dengan cepat. Karena Kota Bekasi dengan Jabar cukup jauh, saya kira pasti ada nilai-nilai positif kalau itu bisa terjadi,” tambahnya.

Beberapa hal yang harus segera direspon jika pengelolaan kembali ke pemerintah kota diantaranya adalah peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, sebaran sekolah, hingga jumlah tenaga pendidik. Diakui bahwa di Kota Bekasi saat ini masih ada kesenjangan antara jumlah siswa dengan jumlah tenaga pendidik.

Ketua Dewan Pendidikan, Ali Fauzie menilai kondisi dunia pendidikan di Kota Bekasi semakin hari semakin baik, meliputi sarana hingga metode pendidikannya. Meskipun demikian, masih ada yang harus diperbaiki, yaitu pelayanan.

Sejak lama, Pemerintah Kota Bekasi sudah menyampaikan agar pengelolaan sekolah SMA/sederajat bisa dikembalikan kepada pemerintah daerah. Beberapa hal menjadi pertimbangan, mulai dari koordinasi secara teknis lebih cepat, hingga sisi kesejahteraan guru yang dinilai lebih baik dibandingkan dengan saat ini.

“Kalau di Kota Bekasi, dari awal pun pak walikota yang lama sangat berharap bahwa itu dikelola oleh daerah. Sehingga komunikasi dengan masyarakat, komunikasi dengan sekolah-sekolah kalau ada apa-apa kan cepat ditanganinya,” kata dia.

Tidak jarang, permasalahan yang dialami oleh masyarakat di tingkat SMA/sederajat disampaikan kepada pemerintah daerah. Sedangkan, untuk memberikan jawaban kepada masyarakat, Pemerintah Kota Bekasi harus berkomunikasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, hal ini diidentifikasi sebagai salah satu kendala yang menyebabkan setiap pedoman tidak bisa diselesaikan dengan cepat.

Lantaran pengelolaan sekolah ini diatur oleh UU, maka diperlukan perubahan UU untuk mengembalikan pengelolaannya kepada pemerintah daerah. Menurutnya, kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola setiap jenjang pendidikan tidak bisa disamakan antara satu dengan yang lain, pemerintah daerah yang merasa sudah mampu dapat diberikan kesempatan mengelola pendidikan hingga ke tingkat SMA/sederajat.

“Namun demikian suara-suara ini harus disampaikan kepada pusat, bahwa ada daerah-daerah tertentu katakan Jawa Barat atau Pulau Jawa yang siap secara keseluruhan, jadi jangan dipukul rata,” ungkapnya.

Kembalinya pengelolaan pendidikan di tingkat menengah atas akan memberikan keuntungan bagi Kota Bekasi, dalam hal pengelolaan, pelaksanaan kebijakan, pembangunan di semua aspek pendidikan, hingga rantai birokrasi yang semakin pendek.

“Sehingga harapannya, kualitas pendidikan di tingkat menengah atas sederajat ini akan lebih baik, akan lebih mudah pengelolaannya. Baik itu dari aspek infrastruktur, aspek sumber daya manusianya, maupun dari lingkungan sekolahnya karena dekat dengan pihak yang mengelola di tingkat kota,” ungkap Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Daradjat Kardono.

Rentang kendali yang relatif jauh kata Daradjat, membuat beberapa permasalahan teknis di sekolah tersampaikan dengan baik ke pemerintah provinsi. Sekalipun memiliki kantor cabang dinas di tiap wilayah, tidak serta merta bisa menyelesaikan persoalan dengan cepat.

“Jadi membutuhkan rantai birokrasi tersendiri untuk menyampaikan permasalahan tersebut, sehingga ada keterlambatan dalam percepatan informasi, hal-hal seperti itu menjadi kendala tersendiri dalam penyelesaian Problem Solving,” tambahnya. (Sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin