Berita Bekasi Nomor Satu

Dedi Mulyadi Betah di Lembur Pakuan Sukadaya Subang, Mayoritas Pendapatan Disebar ke Warga Sekitar  

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Dedi Mulyadi saat podcast dengan CEO Radar Bogor Group, Hazairin Sitepu di Lembur Pakuan Sukadaya Subang. FOTO: ISTIMEWA    

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Bagi Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Dedi Mulyadi mengakui betah tinggal di tanah kelahirannya Lembur Pakuan-Sukadaya Desa Sukasari, Rawalele, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

“Kenapa di sini, karena pertama murah tanahnya Saya tidak bisa beli tempat yang mahal Jakarta pusat kota,” ucap Dedi Mulyadi saat podcast dengan CEO Radar Bogor Group, Hazairin Sitepu di Lembur Pakuan Sukadaya Subang.

Kedua, kata Dedi Mulyadi, karena betah dan rumah. “Ada filosofinya, saya memang kelahiran di sini ibu saya melahirkan saya di sini,” ucap Dedi Mulyadi.

Ia juga menyinggung bahwa lapangan yang kini biasa dipakai untuk berbagai kegiatan, dulunya adalah kebun milik tetangga bernama Ki Tohir yang akhirnya dibeli.

Dedi Mulyadi mengungkapkan, pendidikan sejak SD hingga SMA ditempuh di Kabupaten Subang.

Mengenai kawasan Lembur Pakuan Sukadaya Subang yang dibuat menarik seperti dipasang banyak pagar bambu hingga cetok, Dedi Mulyadi menjelaskan, sengaja untuk aksesoris keindahan. Selain itu, kata Dedi Mulyadi, menghidupkan perekonomian para pengrajin bambu anyaman.

“Jadi ya siklusnya harus begitu, karena saya punya filosofi uang yang saya dapat harus beredar dan dibelanjakan di desa,” ucap pria yang digadang-gadang bakal menjadi calon Gubernur Jawa Barat tersebut.

BACA JUGA: “Untung-Rugi” Masuknya Dedi Mulyadi ke Partai Gerindra

Dedi Mulyadi menyontohkan pendapatannya setiap bulan beredar di tukang nyangkul, tukang tandur, tukang tembok, tukang mikul, hingga tukang nyapu.

“Ini kan karyawan besar ratusan, jadi sirkulasi mereka hasilnya bisa menyekolahkan anak, bangun rumah dan lain-lain,” ungkap Dedi Mulyadi.

Lebih luas ia menjelaskan, yang paling penting di Indonesia adalah dari sisi regulasi keuangan.

“Distribusi keuangannya tidak beres, uang diambil di kampung-kampung di seluruh Indonesia dikumpulin di Jakarta lalu dibawa ke luar negeri,” tegas mantan Bupati Purwakarta dua periode tersebut.

Dedi Mulyadi menegaskan, uang yang dari kampung harus tetap beredar di kampung sehingga perekonomian tetap hidup.

“Yang jadi problem ekonomi kapitalisasi itu kan pengangkutan aset orang-orang kecil dikolektif menjadi milik orang-orang besar dan oleh mereka dibawa ke tempat lain,” tegas dia.

Dedi Mulyadi berharap, setiap orang punya kapasitas membangun kampung dan menata lingkungan desanya.

“Problemnya, orang senang jalan-jalan ke luar negeri ngambil apartemen di Jakarta yang nongkrong tiap hari di restoran-restoran mahal,” jelas dia. (*)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin