Berita Bekasi Nomor Satu

Bekasi Waspada Gelombang PHK

ILUSTRASI: Para pencari kerja menghadiri Job Fair di Kawasan Bekasi Selatan, belum lama ini. Angka pengangguran di Kota Bekasi menurut data badan pusat statistik mencapai 16 ribu orang. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Perekonomian global tengah dilanda ancaman resesi, bahkan tahun 2023 diramal lebih gelap. Di tengah situasi ini beberapa pihak memprediksi gelombang Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) belum berhenti.

Sejauh ini, tanda-tanda PHK dalam jumlah besar di Kota Bekasi belum terlihat, pekerja justru menuding isu ini digaungkan menjelang perundingan kenaikan upah yang akan dilaksanakan di akhir tahun.

Prediksi bertambahnya angka pengangguran hingga badai PHK yang masih belum berhenti disampaikan oleh asosiasi pengusaha, sampai Wakil Presiden, Ma’ruf Amin. Beberapa bulan terakhir memang tersiar ramai kabar PHK dilakukan oleh industri padat karya hingga start-up.

Belum ada sinyal tanda-tanda munculnya gelombang PHK di Kota Bekasi, yang perekonomiannya sebagian besar ditopang oleh sektor perdagangan dan jasa. Catatan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Bekasi sampai dengan tanggal 25 Oktober kemarin, ada 520 pekerja yang di PHK.

Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah karyawan yang di PHK pada tahun 2020, awal pandemi Covid-19. Dimana catatan Radar Bekasi, ada 1.601 pekerja yang di PHK berdasarkan laporan yang diterima oleh Disnaker.

“Kondisi sampai saat ini yang kami lihat masih relatif normal, belum ada dampak yang spesifik disebabkan oleh resesi ekonomi,” ungkap Mediator Hubungan Industrial Disnaker Kota Bekasi, Riano Brahmantias, Rabu (26/10).

Belakangan, Kota Bekasi masih memiliki pekerjaan rumah untuk menuntaskan tingkat pengangguran, BPS mencatat jumlahnya mencapai 167.974 jiwa. Beberapa upaya telah dilakukan, Radar Bekasi mencatat pemerintah kota sempat bekerjasama dengan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) untuk membuka bursa kerja beberapa waktu yang lalu.

Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kota Bekasi tengah mendiskusikan ancaman resesi ekonomi. Sejauh ini perusahan di Kota Bekasi belum memutuskan untuk mengambil tindakan memberhentikan karyawan.

Namun, hal itu bisa saja terjadi jika perusahaan sudah dalam kondisi tidak lagi mampu menahan beban sebagai tindakan penyelamatan.”Sejauh ini belum ada reaksi atau tindakan PHK, merumahkan, atau mengurangi jam kerja dari perusahaan-perusahaan APINDO,” kata Ketua Dewan Pimpinan APINDO Kota Bekasi, Farid Elhakamy.

Kekhawatiran para pengusaha saat ini kata Farid, yakni tidak diperpanjangnya kontrak penjualan barang-barang ekspor oleh konsumen di luar negeri. Kedua, terkait dengan jadwal kenaikan upah pekerja di akhir tahun.”Hanya ini yang sekarang agak mengkhawatirkan anggota kami,” tambahnya.

Pekerja di Bekasi juga belum melihat adanya tanda-tanda gelombang PHK, baik di Kota maupun Kabupaten Bekasi. Ancaman PHK ini oleh pekerja disebut sudah terjadi sejak tiga tahun yang lalu, tapi masih tetap beroperasi dengan baik sampai dengan saat ini.

“Ini sih khususnya di kabupaten kota, khususnya industri manufaktur tidak sesuai dengan perkiraan, tidak sesuai dengan yang ditakut-takutkan oleh APINDO, sebelum Covid malah ya,” kata Anggota Dewan Pengupahan Kota (Depeko) perwakilan serikat pekerja atau serikat buruh, Indrayana.

Kenyataan di lapangan kata Indrayana, perundingan antara pekerja dan pengusaha di masing-masing perusahaan menghasilkan persetujuan kenaikan upah, berkisar 4 sampai 11 persen.

Ancaman gelombang PHK ini kata Indrayana, bukan murni untuk menyelamatkan perusahaan. Melainkan untuk mengulang tidak hasil rapat pengupahan di akhir tahun 2021 silam, disamping memanfaatkan penggunaan tenaga magang dan outsourcing.

“Untuk resesi sih ya jelas, akurat, harus kita hadapi. Tapi ya ibaratnya ada tentara perdamaian datang ke Indonesia, ternyata ada Belanda yang mendompleng untuk menjajah, itu statusnya,” tandasnya.

Pada rapat pengupahan akhir tahun mendatang, serikat pekerja tetap menuntut kenaikan upah, berkisar di angka 13 sampai 20 persen. Angka ini didasarkan pada data perkembangan ekonomi BPS, dimana pertumbuhan ekonomi di angka 7 persen, inflasi 6 persen, belum lagi dampak dari kenaikan harga BBM. (sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin