Berita Bekasi Nomor Satu

Waspada DBD Musim Kemarau

ILUSTRASI: Petugas PMI melakukan fogging di kawasan Mustikajaya Kota Bekasi, belum lama ini. Memasuki musim kemarau masyarakat dimbau untuk jadi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di lingkungan. DOK/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Warga Kota Bekasi perlu meningkatkan kewaspadaan penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) pada musim ekstrim kemarau panjang. Nyamuk Dengue disebut akan semakin ganas jika berada di suhu cuaca yang tinggi.

Hal ini disampaikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) beberapa waktu lalu, bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun sedang bersiap untuk peningkatan penyebab penyakit virus seperti DBD, Zika, dan Chikungunya.

Dilihat dari jumlah kasusnya sejak tahun 1968, pola kasus DBD tinggi selalu terjadi pada saat fenomena cuaca El Nino, dimana suhu udara meningkat. Sampai dengan pertengahan bulan Juni ini, jumlah kasus DBD di Kota Bekasi tercatat sebanyak 745 kasus, dengan satu kasus kematian.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi, Vevie Herawati meminta masyarakat untuk tetap mewaspadai semua kejadian menyangkut dengan kesehatan. Pada Minggu pertama bulan Juni lalu, jumlah kasus mayoritas didominasi penduduk usia produktif, atau 15 sampai 45 tahun.

“Kalau saat ini di Kota Bekasi Insident Rate nya 25 kasus per 100.000 penduduk. Alhamdulillah ya, walaupun tetap kita harus waspada,” katanya.

Dalam lima tahun terakhir, angka kasus DBD tertinggi ada di tahun 2019, dimana jumlah kasus saat itu mencapai 2.484 kasus.

Penyakit DBD ini berbasis lingkungan kata Vevie, sehingga diperlukan kesadaran dan komitmen semua warga masyarakat di satu lingkungan. Kedapatan satu saja lokasi yang memungkinkan nyamuk dapat berkembang biak, akan menularkan virus kepada manusia di lingkungan tersebut.

Untuk itu, gerakan 4M plus harus menjadi budaya ditengah masyarakat. Diantaranya menguras wadah air, menutup wadah air, mengubur barang bekas, hingga memantau semua wadah air yang dapat menjadi tempat nyamuk Dengue berkembang biak.”Kita jaga dengan 4M, itu harus menjadi budaya kita,” ungkapnya.

Kesadaran dan komitmen masyarakat ini penting untuk menjaga lingkungan, selain di setiap lingkungan rumah masing-masing warga, juga di tempat umum dan rumah yang tak berpenghuni. Kedua tempat tersebut seringkali luput dari pantauan, genangan air yang terdapat di kedua lokasi itu dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk.

Cara paling efektif adalah menjadi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di rumah masing-masing. Penghuni rumah dinilai hafal dan tahu dimana lokasi yang berpotensi jadi tempat berkembang biak nyamuk, serta lokasi nyamuk dewasa bersarang seperti pakaian yang tergantung di dalam rumah.

Gerakan satu rumah satu Jumantik sangat penting untuk membasmi tempat perindukan nyamuk. Pencegahan DBD ini tidak cukup dengan membunuh nyamuk dewasa dengan cara pengasapan atau fogging.

“Kalau di rumah sendiri kan kita hafal, diperiksa tuh secara berkala. Jadi kita jaga banget jentik nyamuk yang berkembang biak,” tambahnya.

Sementara fogging, dilakukan oleh Dinkes jika telah memenuhi syarat, diantaranya terdapat pasien DBD serta hasil dari penyelidikan epidemiologi. Pasalnya, tidak selalu pasien DBD tertular oleh gigitan nyamuk di lingkungan rumah mereka.

Penyelidikan epidemiologi tersebut diantaranya untuk mengetahui ada atau tidaknya pasien panas lain di sekitar rumah pasien DBD, hingga terdapat positif jentik. Hasil penyelidikan epidemiologi ini menghasilkan kemungkinan terjadinya penyebaran virus di lingkungan tersebut. (sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin