Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Pastikan Perlindungan Bagi Pelapor

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Tidak mudah bagi seseorang melaporkan apa terjadi pada dirinya, terutama menyangkut kekerasan seksual. Sederet cara bisa digunakan untuk mengungkap kebenaran informasi syarat perpanjangan kontrak kerja di perusahaan, seperti yang sedang menjadi perhatian publik di wilayah Kabupaten Bekasi.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi hingga kepolisian telah merespon isu ini, keduanya memiliki cara untuk membuktikan kebenarannya. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan dengan cara sederhana, lebih jauh perlu dipastikan jaminan keamanan bagi pelapornya.

“Karena itu pemerintah daerah perlu membayangkan mekanisme yang tersedia, apa channel yang dibangun. Apakah melalui UPTD P2TP2A, atau channel yang berbeda. Kalau channel yang berbeda, kira-kira perlindungannya seperti apa,” papar Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, Kamis (4/5).

Cara berikutnya, Pemkab Bekasi bisa secara langsung menanyakan hal ini kepada pemilik akun media sosial yang pertama kali memberikan informasi. Sebagai pihak yang pertama kali membuka informasi kepada publik, Andy yakin bahwa yang bersangkutan telah memiliki informasi yang cukup, sehingga polemik tidak berlarut.

Perlu menjadi perhatian, proses meminta keterangan ini tidak boleh dimaksudkan untuk menghambat Investigasi. Ia menyebut bahwa banyak pihak ingin memperoleh kebenaran informasi yang telah disampaikan kepada publik.

“Karena harapannya adalah untuk mendapatkan keterangan, bukan untuk mematikan informasi yang telah berkembang,” ungkapnya sembari mengaku, sampai dengan kemarin, Komnas Perempuan belum menerima laporan terkait hal ini.

Tahun 2022 lalu, Komnas Perempuan mencatat 112 laporan kekerasan berbasis gender kepada perempuan pekerja, 58 diantaranya dilakukan oleh majikan, 11 kasus dilakukan oleh perusahaan, 43 lainnya dilakukan oleh rekan kerja. Sebagian besar laporan kasus yang diterima oleh Komnas Perempuan adalah kekerasan seksual, kesulitan mengakses hak kesehatan reproduksi, dan maternitas perempuan pekerja.

Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan di Indonesia tidak secara spesifik menyatakan bahwa keamanan, keselamatan, serta kesehatan termasuk bebas dari kekerasan. Di sisi lain, penafsiran UU di Indonesia sedikit berbeda dengan penafsiran UU di tingkat internasional, seperti International Labour Organisation (ILO), bahwa kekerasan di dunia kerja tidak hanya menyangkut relasi kerja dan di tempat kerja.

Seperti fenomena yang terjadi di Bekasi. Jika terbukti kebenarannya, maka ada pihak-pihak yang menggunakan relasi kuasa yang timpang dari kerentanan para pekerjanya. Dimana dalam kondisi ini, para pekerja merasa masih sangat bergantung dengan diperpanjang atau tidak kontrak kerja mereka.

Kondisi semacam ini disebut oleh Komnas Perempuan sebagai penyalahgunaan wewenang untuk tujuan seksual, atau eksploitasi seksual. Eksploitasi seksual diatur dalam pasal 12 UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

“Jadi meskipun tidak ada payung hukum yang tertentu itu, tapi kita perlu untuk bisa menggunakan UU TPKS,” tambahnya. (Sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin