Berita Bekasi Nomor Satu

Warga Pertanyakan Penggunaan Dana Desa

PEMUKIMAN WARGA: Foto udara salah satu pemukiman warga yang belum tersentuh dana desa, karena jalannya masih berbentuk tanah dan belum diaspal, di Kampung Beting, Desa Pantai Bahagia, Muaragembong, Kabupaten Bekasi. ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Warga Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, mempertanyakan penggunaan dana desa sebenarnya untuk apa?.

Pertanyaan itu muncul, setelah tidak adanya terobosan dari kepala desa untuk melakukan perbaikan di wilayahnya.

“Dana desa itu kan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten / kota, dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat,” ujar salah satu warga Desa Segara Jaya, Alfiansyah (36), kepada Radar Bekasi, Senin (5/6).

Namun ia menyesalkan, kepala desa di wilayahnya tidak menggunakan dana desa sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, dirinya meminta agar yang bersangkutan ditindak.

Menurut Alfiansyah, dana desa seharusnya dipergunakan untuk membangun infrastruktur desa sesuai dengan kearifan lokal. Meningkatkan nilai-nilai keagamaan, sosial, budaya dengan tujuan kesejahteraan sosial. Meningkatkan pelayananan kepada masyarakat.

“Ini malah kepala desa tidak menggunakan dana desa sesuai fungsinya, dan tentu akan berimbas kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi,” kritik Alfiansyah.

Padahal, kata dia, program bupati yang sudah bagus, namun kepala desanya tidak menggunakan dana desa itu sesuai fungsinya. Salah satu contoh, masih banyak infrastruktur di Desa Segara Jaya yang kondisinya tidak layak, seharusnya itu bisa diperbaiki dengan anggaran desa yang setiap tahun mencapai miliaran. Termasuk kesejahteraan masyarakat.

“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat desa itu nggak ada. Tapi keadilan bagi-bagi untuk keluarga pribadi kepala desa, itu baru ada. Kabupaten Bekasi ini kaya dengan luasnya wilayah, tapi percuma saja program bupatinya bagus, sementara kepala desa tidak menjalankan fungsi penggunaan dana desa yang sudah ada,” sesalnya.

Sementara warga Desa Sukawangi, Jaya (35) menilai, tidak semua kepala desa menggunakan dana desa sesuai fungsinya. Seperti yang terjadi di wilayahnya, selama ini belum ada pembangunan atau program untuk kepentingan masyarakat. Padahal, kepemimpinan kepala desa yang sekarang sudah berjalan tiga tahun.

“Belum ada penggunaan dana desa buat kepentingan masyarakat. Air PAM mati saja belum juga diperbaiki, padahal sudah tahunan. Kantor desa masih jelek. Lalu buat apa itu dana desa?,” tanya pria yang akrab disapa Doyok ini.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bekasi, Rahmat Atong menyampaikan, dalam satu tahun setiap desa di Kabupaten Bekasi mendapat anggaran Rp 4 sampai Rp 7 miliar.

Dirinya mengakui, anggaran setiap desa memang berbeda-beda, karena perhitungannya sesuai kondisi dan situasi, termasuk potensi di desa itu sendiri.

“Rata-rata dana desa itu Rp 4 sampai Rp 7 miliar per tahun. Dan itu tergantung potensi di masing-masing desa,” ujar Atong kepada Radar Bekasi.

Kata dia, pencairan dana desa dilakukan secara bertahap, Atong menjelaskan, untuk desa mandiri dicairkan tiga tahap. Sedangkan untuk desa bukan mandiri, dua tahap. Kemudian realisasi anggaran desa sudah ada rincian atau pedomannya.

Misalkan dari APBD, peruntukannya buat gaji atau honor. Sedangkan anggaran dari provinsi buat pembangunan fisik. Lalu anggaran yang dari pusat, untuk peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM).

“Laporan hasil pekerjaan diserahkan setiap pencarian. Lalu mau ke tahap berikutnya, mereka harus menyerahkan SPJ untuk diverifikasi. Begitu selesai diverifikasi dan memang sudah sesuai, baru kami ada pencairan berikutnya,” beber Atong.

Kendati anggaran yang diterima pemerintah desa terbilang besar, Atong mengaku, sepanjang tahun 2022, ada beberapa kepala desa di Kabupaten Bekasi yang terjerat hukum, dengan kasus yang berbeda-beda. Diantaranya, Desa Lambangsari dan Cibuntu, kasus PTSL. Lalu Desa Sukadanau, asusila, dan Desa Segara Jaya, kasus mafia tanah.

“Untuk kepala desa yang terjerat hukum kasusnya berbeda-beda. Yang saya ketahui, ada dua kepala desa terjerat kasus PTSL, kemudian berkaitan dengan asusila, dan mafia tanah,” pungaksnya. (pra)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin