Berita Bekasi Nomor Satu

2021, Standar Kelas BPJS Dihapus

158 Ribu Warga Tunggak Iuran BPJS
Illustrasi Kartu BPJS

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemerintah tengah mengkaji kelas standar bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sehingga, sistem kelas akan hilang, semua peserta dalam setiap kelas digabung. Rumah Sakit (RS) swasta di Kota Bekasi membutuhkan waktu paling singkat enam bulan sejak diberlakukan guna menyesuaikan kriteria yang ditetapkan.

Kajian kelas standar ini masih dilakukan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), dan stakeholder lainnya mulai dari kriteria hingga tarif BPJS Kesehatan. Sejauh ini, DJSN memiliki  11 kriteria untuk menerapkan kelas standar BPJS Kesehatan yang harus dipenuhi RS. Pemberlakuan sistem ini rencananya dimulai awal tahun 2021 hingga 2022 secara bertahap.

Dalam kelas standar ini, akan dibagi dalam dua kelas, yakni kelas A bagi peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan kelas B untuk peserta BPJS non PBI. Perbedaan antara kedua kelas tersebut terletak pada luas tempat tidur dan jumlah pasien dalam satu ruangan.

Untuk kelas A, minimal luas tempat tidur 7,2 meter persegi, maksimal enam tempat tidur dalam satu ruangan. Sementara kelas B, luas tempat tidur 10 meter persegi, dengan jumlah maksimal empat tempat tidur dalam satu ruangan. Sembilan kriteria lainnya memiliki konsep yang sama antara kelas A dan kelas B.

Seluruh RS swasta di Kota Bekasi perlu melakukan penyesuaian terhadap kriteria yang ditentukan, semua RS disebut memiliki pengaturan ruangan rawat berbeda-beda. Belum lagi, antara satu RS dengan RS lainnya memiliki pengaturan mulai dari luas ruangan hingga kapasitas tempat tidur berbeda-beda dalam satu ruang rawat, meskipun dalam satu kelas yang sama.

ARSSI Kota Bekasi meminta dalam pembahasan kebijakan kelas standar BPJS Kesehatan ini, Kementerian Kesehatan dapat memutuskan tarif perhitungan klaim JKN-BPJS Kesehatan (INA-CBG’s) menggunakan tarif yang disebut berimbang. Hal ini dilihat dari perubahan tarif peserta BPJS setiap kelas akan berubah menyesuaikan besaran tarif yang ditetapkan, serta kriteria ruang rawat.

“Yang kedua ini berimplikasi langsung dengan rumah sakit, kami diberikan kenaikan tarif yang selama ini sudah hampir empat tahun belum ada kenaikan tarif,” ungkap Ketua ARSSI Kota Bekasi, Eko Nugroho, Senin (23/11).

Eko menyebut, setelah diberlakukan kelas standar, maka tidak ada lagi perbedaan antara satu pasien dengan pasien lainnya. Tarif yang ia sebut berimbang ini membuat masing-masing rumah sakit dapat mengendalikan biaya yang sebelumnya tidak bisa dilakukan dengan baik pada setiap kelas.

Ia meminta tarif klaim rumah sakit tidak ditetapkan berdasarkan tarif rumah sakit paling bawah, atau kelas D. Dengan menyesuaikan kriteria yang telah disebutkan DJSN, penetapan tarif rendah dinilai membuat surut pelayanan rumah sakit.”Malah surut, kita berharap ditetapkan tarifnya itu sesuai dengan kelas rumah sakit yang agak tinggi juga, jangan tarif rumah sakit yang paling rendah,” tambahnya.

Selain tarif claim rumah sakit, ARSSI Kota Bekasi juga meminta penetapan iuran bagi peserta BPJS tidak memberatkan masyarakat. Catatannya, dari 42 RS di Kota Bekasi, 90 persen diantaranya bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Setelah kriteria dan kebutuhan lainnya terkair dengan kelas standar ditetapkan, dan mulai dilaksanakan, Eko mengatakan rumah sakit akan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan. Meskipun, tidak dipungkiri membutuhkan waktu untuk menyesuaikan dengan kriteria tersebut.

Hingga saat ini, pihaknya masih menunggu keputusan final yang tengah dalam pembahasan.

“Kita butuh waktu untuk menyesuaikan, paling cepat enam bulan. Informasi yang saya dapatkan, kota itu kan dikasih kesempatan sampai akhir tahun 2022,” tukasnya.

Di waktu berbeda, Kepala BPJS Kesehatan Kota Bekasi, Mega Yudha Ratna Putra mengatakan, hingga saat ini masih menunggu hasil pembahasan final terkait dengan kriteria dan iuran peserta BPJS. Setelah mendapatkan informasi resmi hasil pembahasan yang tengah dilaksanakan, pihaknya segera mensosialisasikan baik kepada rumah sakit maupun peserta BPJS Kesehatan.”Lebih kepada dari DJSN yang masih menggodog bagaimana kriteria kelas standar tersebut,” singkatnya.

Manfaat jaminan kesehatan sesuai kebutuhan dasar kesehatan dan rawat inap kelas standar ini termasuk dalam ketentuan yang diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) nomor 64 tahun 2020 tentang perubahan Perpres nomor 82 tahun 2018. Kementerian Kesehatan bersama dengan lembaga terkait diminta untuk melakukan peninjauan kelas standar paling lambat hingga akhir tahun ini, selanjutnya diterapkan secara bertahap paling lambat tahun 2022.

Melalui keterangan resmi DJSN pada pertengahan bulan kemarin, pembahasan iuran disebut masih berlangsung cukup alot. Berkenaan dengan paradigma masyarakat terhadap besaran iuran yang harus dibayarkan. Sementara, DJSN menghendaki besaran iuran yang ditetapkan dapat mendukung keberlanjutan program JKN.

“Kita ingin konsep dari amanah jaminan sosial ini betul-betul dilaksanakan, tapi ini kan butuh paradigma di masyarakat, nah itu yang masih perlu kita diskusikan. Secara prinsip, kita ingin bagaimana iuran itu membangun kelanjutan program JKN lebih jauh lagi,” ungkap Anggota DJSN, Muttaqien belum lama ini.

Ia menegaskan, perubahan dalam kebijakan yang saat ini disebut Kelas Standar Rawat Inap ini hanya terjadi pada manfaat akomodasi. Manfaat medis yang diterima oleh peserta tetap sama. Rangkaian proses ini akan diakhiri dengan penyusunan revisi Perpres nomor 82 tahun 2018. (sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin