Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

RS Terancam Kolaps

ILUSTRASI : Petugas medis merawat kondisi pasien kritis Covid-19 di RSUD Chasbullah Abdulmajid, Kota Bekasi. Virus Corona B117 yang ditemukan di Karawang menyebar 70 persen lebih cepat.RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pasien Covid-19 di Kota dan Kabupaten Bekasi terus bertambah. Sejumlah Rumah Sakit (RS) sudah penuh terisi pasien, bahkan ada yang melebihi kapasitas. Akibatnya, RS milik pemerintah dan swasta terancam kolaps. Kondisi diperparah dengan ketersediaan anggaran yang semakin menipis.

Akhir tahun 2020 banyak pihak berharap penyebaran Covid-19 menurun sehingga dapat diikuti dengan peningkatan statistik perekonomian. Benar saja, temuan kasus sempat menurun dan konsisten bertahan dalam beberapa waktu sebelum akhirnya meledak beberapa pekan ini.

Diawali dua pekan lalu lingkungan RT di wilayah Kota Bekasi memutuskan untuk memberlakukan karantina wilayah terbatas, dilanjutkan dengan meningkatnya keterisian tempat tidur pasien Covid-19 atau Bed Occupancy Rate (BOR) di Rumah Sakit (RS). Cadangan biaya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk penanganan Covid-19 hanya tersisa 11 persen atau Rp20 miliar.

“Anggaran Covid-19 kita sudah tidak ada, makanya kita lagi buat surat ke Kemendagri untuk melakukan refocusing dan reposisi terhadap belanja-belanja yang tidak menyentuh pada ekonomi dan kesehatan sekarang,” kata Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi.

Rahmat berencana untuk mengirim surat kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) guna memperoleh informasi untuk menggeser alokasi anggaran lain. Pergeseran anggaran menurutnya dapat dilakukan dari pos-pos belanja yang tidak berhubungan langsung dengan pemulihan ekonomi dan kesehatan.

Cadangan anggaran digunakan selama penanggulangan Covid-19, mulai dari testing hingga pelaksanaan vaksinasi. Selain Kemendagri, Pemkot Bekasi juga berencana untuk mendatangi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menyampaikan tagihan RSUD kepada pengelola jaminan kesehatan nasional dan Kementerian Kesehatan (Kemkes).

Pembayaran piutang ini dinilai penting untuk menjaga stabilitas operasional RSUD. Bahkan Rahmat memprediksi jika dalam dua pekan kedepan tidak dibayar akan mengancam pelayanan kesehatan.

“Karena kalau enggak dibayarkan bisa-bisa dua minggu lagi rumah sakit kita shut down nanti,” tambahnya.

Total piutang RSUD mencapai Rp81 miliar, terhitung sejak September tahun lalu. Opsi ini dipilih untuk menjaga pelayanan kesehatan kepada masyarakat di tengah sektor ekonomi sebagai sumber pendapatan pajak menurun.

Sementara opsi penanganan ditengah lonjakan kasus dewasa ini, Rahmat memilih untuk tetap melakukan pembatasan seperti ada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang telah dijalankan berjilid-jilid. Rahmat menegaskan tidak memilih untuk memberhentikan aktivitas masyarakat, melainkan pembatasan untuk menjaga perputaran roda ekonomi.

“Tapi kalau dalam satu RT itu ada dua, tiga orang, yang terpapar tidak dalam satu keluarga melebihi lima ya kota lockdown di rumahnya, tapi kalau rumahnya sudah melebihi itu ada beberapa ya kota lockdown di RT nya, itu sudah dibuktikan oleh pak Kapolres di Pejuang,” tukasnya.

Tidak berbeda dengan RS milik pemerintah, RS swasta juga tengah menjaga untuk tidak kolaps. Data BOR kemarin menunjukkan 16 RS telah full 100 persen, bahkan satu diantaranya jumlah pasien sudah melebihi jumlah tempat tidur yang tersedia.

Sejumlah RS swasta telah menambah dan mengembalikan fungsi ruang rawat yang sebelumnya tidak lagi untuk isolasi pasien Covid-19. Jumlah tempat tidur saat ini sudah dalam kondisi maksimal yang bisa diberikan oleh RS swasta, pasalnya untuk menambah ruangan atau tempat tidur dibutuhkan sumber daya lebih besar, baik sumber dana maupun tenaga kesehatan.

“Ada beberapa RS sudah 100 persen, tapi perlu diingat, karena satu RS itu membuka ruang isolasi 20 misalnya, nah itu kesanggupan mereka. Kalau sudah 100 persen ya sesuai dengan tenaga yang ada, hanya 20,” ungkap Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Kota Bekasi belum lama kemarin.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi menggelontorkan anggaran Rp240 miliar untuk penanganan Covid-19 pada tahun ini. Sementara itu, anggaran tambahan sebanyak Rp 3,6 miliar untuk mencukupi kebutuhan vaksinasi Covid-19. Saat ini kegiatan vaksinasi sudah mencapai 326 ribu dosis, jumlah tersebut belum bisa mencapai target yang ditetapkan yakni 2400.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Bekasi, Alamsyah mengatakan, anggaran itu untuk kegiatan vaksinasi, mulai dari persiapan, mencetak spanduk, kantong plastik limbah, pemusnahan limbah, menyewa tenda, kursi, transport untuk petugas, membeli Alat Pelindung Diri (APD), dan lain sebagainya. Termasuk honor untuk vaksinator Rp 50 ribu.Kalau vaksinasi gratis, jadi anggaran vaksinasi itu hanya diperuntukkan untuk operasional kegiatan,” ungkapnya.

Ahli Epidemiologi UI, Tri Yunis Miko Wahyono memprediksi bahwa varian baru virus Covid-19 telah menyebar di sekitar DKI Jakarta. Pemerintah perlu untuk mencari varian baru pada tiap temuan kasus, jika didapati maka opsi karantina wilayah harus diambil.

“Sebenarnya kemungkinan dari Jakarta bisa menyebar ke Bekasi, Depok, Jakarta, Bogor, itu sudah tidak tertutup lagi kemungkinannya,” terang Miko.

Keberadaan virus varian baru ini diprediksi ikut memberi andil peningkatan tajam temuan kasus dewasa ini, meskipun Pemkot Bekasi hingga saat ini belum menerima informasi adanya varian baru tersebut. Temuan kasus hasil tracing pada lima hingga 10 spesimen lebih harus diperiksa genetik virus yang menyerang masyarakat tersebut.

Terkait dengan pelaksanaan PPKM Mikro yang selama ini berjalan, ia menilai praktek di lapangan tidak maksimal. Pembatasan aktivitas masyarakat atau yang ia sebut sosial distancing seharusnya diterapkan dalam kategori sedang hingga berat.”Padahal di Indonesia diperlukan social distancing sedang ke atas,” ungkapnya. (sur/pra)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin