Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Cari Keadilan, Ngadu ke Jokowi

Litje Mandagi

RADARBEKASI.ID, BEKASI SELATAN – Pasangan suami Istri (Pasutri) lanjut usia (Lansia), warga kelurahan Pekayon Bekasi Selatan terpaksa mengadu ke Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) melalui surat terbuka, untuk meminta perlindungan hukum dan keadilan. Pasalnya, selama ini dia merasa tidak pernah mendapatkan keadilan atas persoalan hukum yang dialaminya.

Ya, dua tahun lalu tepatnya 1 Oktober, Litje Mandagi (63) diminta keluar oleh sepasang suami istri pemenang lelang rumahnya dalam kondisi hanya mengenakan pakaian sobek. Ia dibawa ke kantor Polsek Bekasi Selatan bersama suaminya Donny Mandagi (65) dengan alasan keamanan. Sempat mengalami pemukulan, laporan kepolisian belum menunjukkan titik terang sampai dengan saat ini.

Kondisi rumah dua lantai di Perumahan Taman Century, Jalan Mimosa 1, Blok C, Nomor 12, Kelurahan Pekayon Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan itu saat ini nampak tak terurus, gerbang rumah nyaris tak terlihat, tertutup tumbuhan menjalar. Nampak dari luar spanduk berisi informasi kepemilikan rumah dan bangunan oleh SB, sosok yang dua tahun lalu datang bersama dengan istri dan beberapa orang lain untuk meminta Litje dan suaminya keluar dari rumah.

Peristiwa bermula saat pembayaran angsuran pinjaman bank oleh Litje dan suaminya tersendat, pinjaman diajukan dengan mengagunkan surat kepemilikan tanah beserta bangunannya untuk menjalankan usaha. Dipertengahan jalan, usaha keluarga ini bangkrut, sehingga rumah beserta bangunannya di lelang secara tertutup oleh pihak bank, mulai berperkara 10 tahun yang lalu.

Litje yang hanya sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) dan suaminya berperkara di Pengadilan Negeri (PN) Bekasi, perkara ini berlangsung hingga ke Mahkamah Agung (MA), dan berakhir kalah. Ia dan suaminya tidak mengajukan Peninjauan Kembali (PK), serta menerima keputusan pengadilan.

Alhasil, Litje dan suaminya harus meninggalkan rumah tersebut dengan catatan pemberian uang oleh pihak bank Rp150 juta. Sekian lama menunggu uang ratusan juta yang disepakati tidak kunjung datang, surat perintah pengosongan rumah pun tidak kunjung ia terima dari pengadilan.

“Saya tanya ke pengadilan, ini kapan kita pindah. Sebelum ada surat dari kita (pengadilan) untuk pengosongan rumah, ibu masih berhak tinggal di rumah itu,” kata Litje seraya menirukan pembicaraannya dengan petugas di PN Bekasi beberapa waktu silam, Selasa (14/9).

Surat perintah pengosongan rumah selalu ia tanyakan kepada PN Bekasi, jawaban yang didapat ia dan suami diminta untuk menunggu surat pengosongan, serta diberikan waktu sejak surat diberikan guna mencari tempat tinggal yang baru. Sepekan sebelum satu Oktober 2019, sepasang suami istri mendatangi rumahnya, datang dengan cara mematikan sambungan listrik rumahnya.

Mereka mengaku sebagai pemenang lelang tanah beserta bangunannya, yang membuat Litje heran, SB yang memperkenalkan diri malam itu berbeda dengan pemenang lelang yang diumumkan oleh pihak bank. Terjadi percakapan singkat malam itu lantaran Litje meminta bukti SB sebagai pemenang lelang, sebelum akhirnya SB pergi meninggalkan lokasi.

Sejak saat itu suaminya mulai mencari rumah kontrakan tidak jauh dari lokasi rumahnya, 1 Oktober pukul 16:00 WIB ia menceritakan peristiwa yang dianggap sebagai penganiayaan secara brutal dan keji. SB datang bersama istri dan beberapa orang lain, masuk ke dalam rumah, diceritakan bogem mentah mendarat di wajahnya sesaat setelah Litje mempersilahkan SB dan lainnya untuk duduk.

“Baru saya ngomong silahkan duduk dulu, langsung muka saya dipukul, istrinya nyeret saya dengan suaminya, diangkat baju belakang saya kaya kucing. Saya diseret langsung keluar dari rumah, pintu dikunci, tidak ada baju, tidak ada apa, baju saya robek dari ketek setengah telanjang,” tambahnya.

Terjadi cekcok di antara kedua belah pihak, sebelum akhirnya Litje meminta suaminya yang sedang mencari rumah kontrakan untuk segera kembali pulang, setibanya di lokasi Donny juga dihadiahi pukulan oleh SB, hingga keduanya dibawa ke kantor Polsek Bekasi Selatan dengan alasan keamanan. Sejak saat itu Litje dan suaminya tidak lagi diperbolehkan masuk ke dalam rumah, sekalipun untuk membawa harta benda dan dokumen milik mereka.

Di kantor polisi, Litje juga menceritakan perlakuan berbeda oleh pihak kepolisian terhadap ia dan suaminya. Saat hendak membuat laporan kepolisian perihal kekerasan yang mereka terima, Litje dan Donny diminta untuk menunggu SB yang tengah membuat laporan, mereka menunggu di halaman parkir Polsek Bekasi Selatan hingga pukul 00.00 WIB di hari yang sama.

Usaha Litje dan Donny untuk membuat laporan kepolisian dianggap berulang kali diulur oleh pihak kepolisian, termasuk permintaan mereka untuk dilakukan visum. Hingga saat ini Litje dan suaminya masih belum mendapatkan titik terang proses hukum atas peristiwa yang mereka alami.

Nyaris hanya pakaian yang dikenakan hari itu yang bisa dibawa oleh Litje dan suaminya, barang-barang pribadi lainnya termasuk kendaraan, barang dagangan, hingga Kartu Tanda Penduduk (KTP) miliknya yang ada di dalam rumah tidak diperbolehkan untuk dibawa, atau diambil. Bahkan untuk mengurus KTP baru saja, tidak bisa dilakukan oleh Litje sampai dengan saat ini, berikut dengan risalah lelang tertinggal di dalam rumah.

“Saya mengambil kembali risalah lelang di PN Bekasi, cuma dilelang yang saya agunkan, tanah dan bangunan, bukan barang pribadi. Tapi ini diambil semua yang ada disitu (di dalam rumah),” tukasnya.

Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada presiden, SB dan istrinya datang bersama dengan beberapa orang yang mengaku sebagai petugas PLN, datang tanpa surat perintah eksekusi dari pengadilan, maupun surat tugas dari PT PLN. SB dan yang lainnya juga meminta uang Rp6 juta sepekan kemudian kepada anak Litje, untuk perbaikan listrik dan pembayaran tunggakan listrik selama tiga bulan, padahal Litje mengaku tidak pernah menunggak biaya listrik sama sekali.

Menanggapi peristiwa ini, Kapolres Metro Bekasi Kota, Kombes Pol Aloysius Suprijadi menjelaskan bahwa pelapor mengagunkan sertifikat rumahnya kepada bank. Namun, ditengah perjalanan tidak mampu membayar angsuran sehingga dilelang oleh pihak bank dan dibeli oleh terlapor SB.

Lebih lanjut, Aloysius menceritakan bahwa pada saat terlapor meminta Litje mengosongkan rumah terjadi aksi saling dorong antara kedua belah pihak. Sehingga kedua belah pihak saling lapor di Polsek Bekasi Selatan.

“Penyidik sudah melakukan pemeriksaan korban dan juga para saksi, namun ternyata tidak ada saksi yang melihat adanya penganiayaan yang dilaporkan tersebut,” ungkapnya.

Terkait dengan perbedaan perlakuan oleh pihak kepolisian seperti yang disebutkan oleh Litje terkesan mengulur-ulur waktu pembuatan laporan kepolisian dan permintaan visum, Aloysius menyebut tidak ada perbedaan perlakuan oleh pihak kepolisian. Hasil Visum Et Repertum (VER) disebut tidak ada bekas luka.

Sampai dengan saat ini, ia meyakinkan pihak kepolisian masih bekerja untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. “Penyidik sudah berupaya untuk melakukan mediasi, namun belum ada kesepakatan antara kedua pihak,” tukasnya. (sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin