Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Warga Tolak Aliran Pengendali banjir

DEMO : Sejumlah warga yang terdiri dari RW 11, 12 dan 19 Kelurahan Kayuringin Jaya melakukan aksi demo di Kelurahan Kayuringin Jaya Bekasi, Selatan, Minggu (7/11). Warga menolak proyek penyaluran air dari proyek duplikasi crossing Tol Becakayu dan Saluran Tarum Barat yang dapat menyebabkan banjir lebih parah di kawasan mereka. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, BEKASI SELATAN – Warga di sepanjang aliran Kali Jati, Kelurahan Kayuringin Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan belum berhenti menyuarakan penolakan aliran air dari lokasi duplikasi crossing Tarum Barat yang rencananya dialirkan menuju Kalijati. Sementara itu, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) mengaku tengah mengupayakan air dari duplikasi crossing tidak dialirkan menuju ke Kalijati melainkan langsung menuju ke Kali Bekasi.

 

Ratusan warga berasal dari RW 11, 13, dan 19 Kelurahan Kayuringin Jaya kembali menyuarakan penolakan aliran air tersebut, kali ini aksi penyampaian aspirasi dilakukan di wilayah aliran kaliJati. Mereka selama ini mengaku khawatir banjir di wilayah sepanjang aliran kali semakin parah saat mendapat tambahan debit air dari wilayah selatan Kalimalang.

 

“Karena kami selama ini kami merasakan banjir yang setiap tahun kami rasakan, kemudian kalau ini nanti ada pemindahan air dari proyek tersebut, kami menduga lingkungan kami akan semakin tenggelam,” terang warga yang ikut dalam aksi, Arif Nur Hidayat, Minggu (7/11) pagi.

 

Warga di 10 lingkungan RW telah menyampaikan penolakan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Hingga saat ini, Arif menyebut belum ada langkah nyata apapun dilakukan oleh Pemkot Bekasi.

 

Lebih lanjut, ia dan warga lainnya mengaku bahwa baru mengetahui pekerjaan proyek duplikasi crossing setelah ramai dibicarakan oleh warga, sosialisasi kepada warga sekitar dinilai tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Selain sosialisasi, ia berkeyakinan bahwa proyek yang tengah dikerjakan tersebut tidak dilengkapi dengan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).

 

“Nah ini, kalau kami menduga bahwa dampak yang nanti akan ditimbulkan, kami merasa bahwa ini tidak ada AMDAL yang memadai,” tambahnya.

 

Bencana banjir mulai terjadi sejak tahun 2002 silam, sejak beberapa titik beralih fungsi menjadi kawasan perumahan dan kawasan niaga. Tahun 2020, warga merasakan banjir terparah, hingga mengalami kerugian materil, aktivitas warga pun terhenti cukup lama pasca banjir.

 

Keinginan warga untuk dilakukan normalisasi Kali Jati serta pembangunan tanggul tidak pernah terealisasi. “Kami inginkan sebenarnya tindakan nyata, tindakan yang riil bagaimana mengatasi banjir di wilayah kami. Ini yang nggak pernah disentuh, daerah lain diperhatikan, tapi daerah kami yang menjadi hilir dari Kali Jati ini tidak pernah disentuh,” tukasnya.

 

Sebelumnya, masalah ini telah melalui dua kali pembicaraan bersama dengan DBMSDA dan DPRD. Terakhir, DBMSDA Kota Bekasi mengatakan bahwa pekerjaan duplikasi crossing tetap dilaksanakan dengan catatan tidak mengalirkan air ke aliran Kali Jati.

 

Menanggapi aksi warga kemarin, Sekertaris DBMSDA Kota Bekasi, Zainal Abidin menyampaikan bahwa pihaknya tengah mengupayakan air tidak dialirkan ke Kali Jati, melainkan langsung ke Kali Bekasi. Sementara dugaan proyek tidak memiliki AMDAL, ia menyebut AMDAL dibutuhkan jika luas pekerjaan proyek lima hektar atau lebih.

 

“Sedang diupayakan aliran ke arah Giant, kalau AMDAL biasanya luas yang akan dibangun 5 Ha,” ungkapnya.

 

Banjir menjadi persoalan yang harus dihadapi oleh masyarakat Kota Bekasi setiap tahun pada musim penghujan. Hilangnya daerah resapan air hingga tingginya debit air yang mengalir di sejumlah kali di Kota Bekasi membuat pemukiman warga tergenang saat debit air tinggi.

 

Belakangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyebut Bekasi dan beberapa daerah di sekeliling ibu kota meminta bantuan penanganan banjir kepada Pemprov DKI. Permintaan tersebut akan dibahas oleh Pemprov DKI Jakarta bersama dengan DPRD, hal ini pertama kali diungkapkan oleh Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta.

 

Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi mengakui ajuan surat meminta bantuan penanganan banjir ini, hal ini dilatarbelakangi aliran Kali yang melintas dari Kota Bekasi sampai ke wilayah DKI Jakarta. Aliran kali yang melintas dari Kota Bekasi sampai ke Jakarta diharapkan mendapat perhatian, maka hal ini menjadi persoalan bagi dua daerah tersebut.

 

Namun, dalam situasi pandemi Covid-19, Rahmat tidak berharap banyak realisasi usulan yang diajukan.

“Sebenarnya kemitraan yang dibangun antara Kota dengan Provinsi DKI itu banyak hal. Nah, persoalan banjir kan bukan hanya persoalan DKI saja, persoalan kita juga,” ungkapnya. (Sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin