Berita Bekasi Nomor Satu

Implementasi Kurikulum Merdeka Harga Mati, Sudah Diterapkan 80 Persen Sekolah

ILUSTRASI: Sejumlah siswa berada di SMAN 1 Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi, beberapa waktu lalu. KCD Pendidikan Wilayah III terus berupaya agar seluruh satuan pendidikan jenjang SMA/SMK bisa menerapkan Kurikulum Merdeka. ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah III terus berupaya agar seluruh satuan pendidikan jenjang SMA/SMK bisa menerapkan Kurikulum Merdeka. Hingga kini, Implementasi Kurikulum Merdeka telah dilaksanakan di 80 persen SMA/SMK.

Kepala KCD Pendidikan Wilayah III, I Made Supriatna, menyampaikan Implementasi Kurikulum Merdeka ditargetkan dapat dilaksanakan secara menyeluruh oleh satuan pendidikan pada tahun ajaran 2023/2024.

“Implementasi Kurikulum Merdeka itu adalah harga mati, yang harus dilaksanakan oleh seluruh satuan pendidikan,” ujarnya kepada Radar Bekasi, Senin (24/7).

Menurut data KCD Pendidikan Wilayah III, jumlah sekolah negeri di wilayah ini sebanyak 564 SMA dan SMK negeri maupun swasta. Rinciannya, di Kota Bekasi 113 SMA dan 142 SMK. Sedangkan di Kabupaten Bekasi, 123 SMA dan 186 SMK.

Menurutnya, sebagian besar SMA/SMK di Kota maupun Kabupaten Bekasi sudah menerapkan Kurikulum Merdeka. Tercatat 80 persen sekolah sudah melaksanakan Implementasi Kurikulum Merdeka.

“Sisanya 20 persen mereka masih menerapkan Kurikulum 2013, tapi sudah semi atau mulai mencoba untuk menerapkan Kurikulum Merdeka,” jelasnya.

Terdapat tiga pilihan Implementasi Kurikulum Merdeka yang bisa dilaksanakan di sekolah. Yaitu Mandiri Belajar, Mandiri Berubah, dan Mandiri Berbagi.

“Yang saya sampaikan IKM Mandiri Belajar itu sudah 80 persen, sementara untuk IKM Mandiri Berubah 60 persen, dan Mandiri Berbagi dimana sekolah sudah bisa menghasilkan produk berupa modul ajar atau yang sudah siap mengimbaskan praktik baik pada sekolah lain,” tuturnya.

BACA JUGA: KCD Belum Dapat Arahan Soal Bantuan Pendidikan di Sekolah Swasta  

Saat ini, KCD Pendidikan Wilayah III terus melakukan pengawasan pada sekolah yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka. Sekolah tersebut terus didorong untuk bisa menerapkan Kurikulum Merdeka.

“Sebenarnya dalam penerapan Kurikulum Merdeka ini kami tidak bisa memaksakan sekolah, karena harus berdasarkan kesiapan sekolah. Makanya IKM Mandiri sendiri terbagi menjadi beberapa bagian, agar sekolah bisa melakukan penyesuaian pada kurikulum tersebut,” terangnya.

Sementara, Pengawas SMA Kabupaten Bekasi, Rojali, mengungkapkan Implementasi Kurikulum Merdeka terus diupayakan untuk bisa dilaksanakan secara menyeluruh, khususnya di tingkat SMA wilayah Kabupaten Bekasi.

“Sementara ini di Kabupaten untuk tingkat SMA dari 123 sekolah sudah ada 66 sekolah yang sudah bergerak dalam pelaksanaan Implementasi Kurikulum Merdeka, dimana masih ada sekitar 57 sekolah lagi yang kami terus dorong untuk penerapan Kurikulum Merdeka,” tuturnya.

Sekolah yang ingin menerapkan kurikulum ini terlebih dahulu mengajukan melalui aplikasi Kurikulum Merdeka yang dibuka Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Lebih lanjut dikatakan Rojali, pihaknya terus berupaya meyakinkan kepada sekolah bahwa Implementasi Kurikulum Merdeka dapat dilakukan dengan perlahan sesuai dengan kesiapan sekolah.

“IKM itu bisa dilakukan penyesuaian secara bertahap, dari IKM Belajar, IKM Mandiri, IKM Berbagi. Jadi setiap langkah ada penyesuaian tersendiri,” tuturnya.

BACA JUGA: KCD Periksa Kesiapan Sekolah

Disampaikan Rojali bahwa beberapa sekolah yang belum yakin untuk melaksanakan IKM merupakan satuan pendidikan swasta yang masih masuk dalam kategori ruang lingkup kecil.

“Kebanyakan sekolah swasta yang ruang lingkupnya nya masih kecil, mereka masih kurang yakin. Namun kami selalu yakinkan bahwa kami pengawas hadir untuk memberikan pembinaan bagi mereka dalam melaksanakan IKM,” terangnya.

Terpisah, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Bekasi, Prawiro Sudirjo mengatakan, sekolah yang masih ragu dalam menerapkan Kurikulum Merdeka adalah satuan pendidikan yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih dalam zona nyaman.

“Bukan tidak unggul, tapi nyaman dengan yang lama tidak mau berubah. Nggak mau keluar dari zona nyaman, karena harus banyak belajar artinya mereka malas untuk belajar atau memulai sesuatu yang baru,” tuturnya.

Sehingga dalam hal ini dibutuhkan dorongan pemerintah untuk meyakinkan para SDM guru untuk bisa bergerak dan keluar pada zona nyamannya saat ini. Dengan demikian, mau untuk belajar dan berubah.

“SDM nya harus digebrak, diberi penyadaran bahwa kita harus keluar dari zona nyaman Kurikulum 2013,” terangnya. (dew)

 

 


Solverwp- WordPress Theme and Plugin