Berita Bekasi Nomor Satu

Minim Perhatian, Ratusan Hektar Sawah Gagal Panen

BENTANGKAN SPANDUK : Sejumlah petani membentangkan spanduk sebagai bentuk protes gagal panen, di area persawahan, Desa Karangsetia, Minggu (15/10). ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Para petani asal Desa Karangsetia, Kecamatan Karangbahagia, Kabupaten Bekasi, mengeluh karena gagal panen ratusan hektare sawah, akibat tidak adanya air yang mengaliri area persawahan.

Padi yang sudah menguning, tidak ada isinya, melainkan hampa lantaran tidak ada air. Selain itu, kondisi tanah juga telah retak-retak, gara-gara pengairan ratusan hektare sawah di desa itu bertumpu pada saluran sekunder Lemahabang. Kondisi ini juga tak luput dari musim kemarau yang berkepanjangan.

Ketua Kelompok Tani Setiaasih 5, Desa Karangsetia, Unda Suhanda mengungkapkan, seharusnya pada bulan Agustus, sebagian besar sawah di Desa Karangsetia sudah memasuki panen, namun lantaran tidak adanya air dari saluran sekunder Cilemahabang sejak beberapa bulan, membuat area persawahan mengering hingga gagal panen.

“Bulan Agustus seharusnya sudah panen, berhubung tidak ada air, sehingga terjadi gagal panen,” beber Unda, Minggu (15/10).

Kata Unda, sedikitnya terdapat 200 hektare lahan pertanian di Desa Karangsetia mengalami gagal panen. Kerugian para petani pun beragam, mulai dari Rp 7 juta hingga Rp 10 juta.

“Kurang lebih ada 200 hektar, area persawahan semua gagal panen. Belum lagi sebagian yang ada di desa sebelah. Per hektar hampir Rp 10 juta dari mulai garap hingga tandur. Kami bingung, boro-boro buat modal tanam, untuk makan saja sudah bingung,” tuturnya.

Para petani pun berharap, ada langkah konkret dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi untuk melakukan normalisasi saluran sekunder, termasuk penertiban bangunan liar (bangli) yang berdiri di bantaran Sungai Lemahabang tersebut. Jika hal itu dilakukan, Unda meyakini, air untuk area persawahan di desanya, tidak akan ada kesulitan.

“Tuntutan kami sebelumnya cuma tiga. Normalisasi saluran sekunder Lemababang-Sukatani, kedua sungainya harus steril dari limbah. Ketiga, bangle yang ada di bantaran sungai, harus tolong tertibkan. Sebenarnya, kalau dinormalisasi air lancar. Dari hulu ke hilir kan saluran sekunder. Ini sekarang lagi normalisasi saluran pembuangan antisipasi banjir, dan ini bener-bener buat kebutuhan masyarakat, sementara untuk petani belum ada normalisasi,” protes Unda.

Ia juga menyesalkan, bahwa Pemkab Bekasi hanya berkunjung ke sawah saat panen padi, namun ketika para petani kesulitan air, tidak ada dari pihak pemerintah mau turun.

“Turun lah ke bawah, lihat sawah yang mengalami kekeringan hingga gagal panen. Kalau sudah seperti ini, siapa yang mau peduli dan bertanggung jawab,” tandas Unda. (ris)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin