Berita Bekasi Nomor Satu

Buruh Kukuh Upah Naik 16 Persen

DEMONSTRASI: Sejumlah buruh melakukan aksi demo di depan kantor Disnaker Kota Bekasi, Jalan Ahmad Yani, Bekasi Selatan, Selasa (21/11). RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sejak Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja disahkan, polemik menjelang rapat pengupahan tidak hanya membicarakan tentang nilai, tapi juga dasar hukum yang dipakai. Beberapa tahun belakangan, perwakilan pekerja atau buruh dengan pengusaha selalu saja berdebat terkait aturan pengupahan, baik itu Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker).

Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat lebih dulu disahkan kemarin, naik 3,57 persen. Besaran kenaikan upah ini tertuang dalam keputusan gubernur nomor 561/Kep.768-Kesra/2023 tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Barat Tahun 2024.

Kurang dari dua pekan lagi giliran Upah Minimum Kota atau Kabupaten (UMK) yang akan ditetapkan, rekomendasi hasil rapat Dewan Pengupahan Kota (Depeko) harus sudah diserahkan menjelang akhir pekan ini.

Diperkirakan keputusan kenaikan UMK tidak jauh berbeda dari persentase kenaikan UMP. Meskipun demikian, Serikat Pekerja atau Serikat Buruh (SP/SB) bersikukuh tetap memperjuangkan kenaikan upah 16 persen sebagaimana yang mereka sampaikan beberapa waktu lalu.

Ada beberapa alasan SP/SB mempertahankan kenaikan upah 16 persen di Kota Bekasi. Pertama, angka ini didapat dari hasil survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

“Kalau prediksi kita sih nggak beda jauh (dengan kenaikan UMP), makanya kita tetap minta (kenaikan 16 persen), kita akan aksi besok tanggal 23 atau 24 untuk Kota,” kata Sekertaris Konsulat Cabang FSPMI Kabupaten dan Kota Bekasi, Sarino, Selasa (21/11).

Berikutnya mengacu pada daya beli, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi berkisar diangka 7 sampai 8 persen. Selain itu, PP nomor 51 tahun 2023 tentang pengupahan dinilai tidak memiliki kekuatan hukum.

Lebih lanjut kata dia, PP 51 tahun 2023 merupakan perubahan dari PP 35 tahun 2021 sebagai turunan dari Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sementara itu, UU nomor 11 tahun 2020 sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dinyatakan inkonstitusional bersyarat, serta UU nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja tidak pernah mensyaratkan sebagai perubahan dari UU nomor 11 tahun 2020.

“Kalau (PP nomor 51) dijadikan dasar penetapan upah ya sama saja artinya pemerintah memaksakan untuk menggunakan dasar hukum yang tidak ada kekuatan hukumnya secara norma,” tambahnya.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kota Bekasi belum berkomentar terkait dengan tuntutan persentase kenaikan UMK yang disampaikan oleh SP/SB beberapa waktu lalu. Sejauh ini, APINDO akan menggunakan PP nomor 51 tahun 2023 sebagai dasar perhitungan upah.

“Untuk PP nomor 51 tahun 2023, karena sudah ditetapkan berupa peraturan pemerintah tentunya APINDO wajib mematuhinya,” kata Ketua APINDO Kota Bekasi, Fard Elhakamy.

Awal pekan kemarin, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) RI meminta kepada kepala daerah memitigasi aksi unjuk rasa dalam pengumuman penetapan UMP di daerah. Hal ini didasari oleh penolakan sejumlah pihak terhadap formulasi perhitungan upah. (sur)

 


Solverwp- WordPress Theme and Plugin