Berita Bekasi Nomor Satu

KPAI Ajak Semua Pihak Serius Cegah Bullying di Satuan Pendidikan

ILUSTRASI: Seorang guru melakukan pola interaksi belajar dengan salah satu siswa SDN Jatiasih X Kota Bekasi. KPAI mengajak semua pihak untuk mengambil langkah serius dalam mencegah tindakan bullying atau perundungan di lingkungan pendidikan. DEWI WARDAH/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengajak semua pihak untuk mengambil langkah serius dalam mencegah tindakan bullying atau perundungan di lingkungan pendidikan. Mengingat masih tingginya kasus bullying di sekolah.

Pada 2023, KPAI menerima laporan sebanyak 3.877 kasus perundungan, dengan 329 di antaranya terjadi di klaster pendidikan, waktu luang, budaya, dan agama. Tiga aduan tertinggi melibatkan anak yang menjadi korban perundungan, ketidaksetaraan kebijakan, dan kurangnya pemenuhan hak fasilitas pendidikan.

Pengawasan KPAI menunjukkan bahwa perundungan dapat memiliki dampak fatal, mulai dari kerusakan fisik permanen hingga kematian, dan berpotensi menyebabkan trauma psikologis pada anak.

KPAI juga mengidentifikasi modus perundungan yang umum, seperti pelaku yang tidak bertindak sendirian, melibatkan teman, melakukan tindakan secara sadis dengan bangga tanpa rasa malu, dan berusaha mendokumentasikan kekerasan untuk tujuan viral yang berdampak psikologis pada penonton.

“Kami (KPAI), saat ini juga masih menemukan adanya satuan pendidikan yang menutupi kasus perundungan karena dianggap akan merusak reputasi lembaga atau personalia di dalamnya,” ujar Komisi Bidang Pendidikan, Waktu Luang, Budaya, dan Agama KPAI RI, Aris Adi Leksono, kepada Radar Bekasi, Selasa (6/2/2024).

BACA JUGA: Aksi Bullying di Kayuringin Jaya Berakhir Damai

Ia menyatakan bahwa pengawasan KPAI pada sejumlah kasus menunjukkan maraknya perundungan disebabkan oleh faktor-faktor seperti kurangnya optimalitas kondisi pengawasan, pembinaan, dan edukasi mengenai bullying di satuan pendidikan.

“Satuan pendidikan tidak melakukan deteksi dini terhadap potensi penyimpangan perilaku pada peserta didik, bagaimana mengenali “circle” peserta didik, interaksi anak dengan keluarga dan lingkungan, serta mengawasi media sosial dan yang lainnya,” beber Aris.

Selain itu, satuan pendidikan masih sering menganggap kasus perundungan sebagai masalah biasa, mirip dengan kenakalan anak-anak pada umumnya. Kesadaran akan bahayanya baru muncul setelah terjadi kasus, ketika dampak fisik dan psikis yang mengancam tumbuh kembang anak menjadi nyata.

“Akibat perundungan ini, ada anak yang sampai cacat permanen hingga meninggal dunia,” terang Aris.

Ia menilai, sistem pendidikan, kurikulum, dan praktik pembelajaran belum optimal dalam merespon perubahan perilaku peserta didik, baik karena pengaruh lingkungan atau media sosial.

“Beban transfer pengetahuan masih sangat berat, jadi mengabaikan penguatan sikap, karakter, mental, dan adab atau akhlak mulia. Akibatnya, anak terlambat membentuk konsep diri yang baik,” ucapnya.

Aris menekankan bahwa melalui konsep diri, anak dapat mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab terhadap perbuatannya. Mereka mampu membedakan perilaku baik dan buruk, mengidentifikasi tindakan yang merugikan diri sendiri atau orang lain, serta menyadari perilaku yang dapat merugikan keluarga dan lembaga pendidikan tempat mereka belajar.

Oleh karena itu, di 2024 ini KPAI mengajak agar semua pihak turun tangan untuk menghapuskan kekerasan pada satuan pendidikan.

“Semua gotong royong, mengoptimalkan fungsi Tri Pusat Pendidikan dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan” imbuh Aris.

Sejumlah rekomendasi diberikan, termasuk evaluasi kurikulum dan metodologi pembelajaran yang memperkuat kesehatan mental, penguatan karakter, serta sikap spiritual dan sosial terintegrasi dengan lingkungan keluarga dan masyarakat.

Kementerian Komunikasi dan Informatika diharapkan segera membatasi tayangan media sosial yang mengandung kekerasan atau perilaku menyimpang agar tidak dicontoh oleh anak-anak.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Kementerian Agama RI dan Pemerintah Daerah disarankan menambah jumlah Guru Bimbingan Konseling (GBK) di setiap satuan pendidikan dan memberikan kompetensi dasar kepada tenaga pendidik.

Pemerintah Pusat dan Daerah perlu memfasilitasi partisipasi aktif masyarakat melalui forum lintas komite sekolah atau forum lainnya untuk mencegah dan menangani kekerasan di satuan pendidikan. (dew)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Solverwp- WordPress Theme and Plugin