Berita Bekasi Nomor Satu

Sepi Pemesan Stempel, Beralih jadi Penjual Masker Dadakan

BERALIH: Pedagang masker melayani pembeli di sepeda motornya di Kawasan Jalan Kartini, Bekasi Timur, Selasa (14/4). Jelang penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) banyak pedagang beralih sebagai penjual masker dadakan. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI
BERALIH: Pedagang masker melayani pembeli di sepeda motornya di Kawasan Jalan Kartini, Bekasi Timur, Selasa (14/4). Jelang penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) banyak pedagang beralih sebagai penjual masker dadakan. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Aktivitas bisnis dan ekonomi masyarakat terganggu ditengah situasi pandemi Covid-19. Akibatnya hampir semua sektor ekonomi lesu, terutama ekonomi mikro, kecil, dan menengah. Salah satunya adalah warga yang berprofesi sebagai pembuat plakat dan stempel di sepanjang Jalan Kartini, Kelurahan Margahayu, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi.

Surya Bagus

BEKASI TIMUR

Sepanjang Jalan Kartini, Bekasi Timur, tidak sedikit dijumpai pedagang masker dadakan. Puluhan masker tergantung di rak panjang yang diletakkan di sepeda motor. Ya, mereka adalah penjual masker dadakan yang menjajakan dagangannya di sepanjang Jalan Kartini.

Radar Bekasi menghampiri salah satu pedagang masker di sisi jalan, Krismen (58), ia baru menjual masker sekira 10 hari yang lalu. Tak jarang pengemudi roda dua berhenti sejenak untuk sekedar menanyakan harga, lalu membeli maskernya.

Masker yang dijual tentu bukan masker medis, hanya masker kain saja. Per satu masker dibanderol Rp10 ribu. Sebelumnya, ia berprofesi sebagai pembuat plakat atau stempel, bekerja jika ada pesanan datang.

“Barus sekitar 10 hari ini. Ya namanya bisnis kan, sekarang lagi ke sini (jual beli masker) gitu, yang penting kita itu ada pemasukan,” katanya saat dijumpai, Selasa (14/4).

Menjual masker ini ia pilih setelah melihat situasi pandemi. Masyarakat membutuhkan masker untuk menjaga diri dari virus. Juga kebetulan, ia memiliki mesin jahit yang bisa digunakan untuk memproduksi masker. Satu mesin jahit bisa menghasilkan 2.500 masker.

Krismen mengeluhkan sejak memasuki tahun 2020, tidak ada pesanan plakat atau stempel. Mulanya ia bercerita, memasuki awal tahun 2020, wilayah tempat ia berusaha ini dilanda banjir, lebih besar dari biasanya. Beberapa bulan berselang, pandemi Covid-19 melanda.

Sejak awal tahun itu, tidak ada pesanan masuk. Pendapatan bukan saja menurun, melainkan nihil.

“Mati, bukan turun, nggak ada sama sekali, udah tiga bulan empat bulan. Sejak tahun 2020 masuk, banjir, udah nggak ada total, tutup buku,” keluhnya.

Jika tidak memberanikan diri untuk membuka usaha lain seperti ini, kebutuhan sehari-hari keluarganya, hanya untuk sekedar makan saja. Meskipun keuntungannya tidak tentu, masih seperti usaha cetak plakat dan stempel yang ia jalankan sebelumnya.

Meskipun dipajang di rak yang diletakkan di atas kendaraan roda dua, ia tidak menjual maskernya berkeliling, hanya mangkal di depan salah satu rumah sakit di sana. Selain ditempat ini, ia juga melayani pesanan masker di wilayah Pondok Ungu dan Area Stasiun Bekasi, tapi hanya melayani pesanan aja, tidak di jual eceran.(*)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin