Berita Bekasi Nomor Satu

Psikologis Anak Terganggu

Illustrasi
Illustrasi

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pandemi Covid-19 membawa perubahan pada berbagai aspek kehidupan. Tak hanya orang dewasa, kondisi psikologis anak pun rentan terganggu oleh situasi yang serba tak menentu ini. Anak-anak diharuskan belajar dari rumah, tidak dapat bermain dan bertemu dengan teman-teman, serta berbagai hal lain harus dilakukan demi menekan penularan infeksi virus Corona.

Jika seorang dewasa bisa dengan mudah menceritakan apa yang mereka rasakan selama pandemi, biasanya anak-anak akan merasa kesulitan untuk merasakan perasaan tidak nyaman yang mereka alami. Hal itu jika dibiarkan berlama-lama bisa menjadi gangguan psikologis.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Frans Sitorus mengatakan, pola belajar dalam mengejar capaian akademik pada saat Belajar Dari Rumah (BDR) bisa menyebabkan tekanan psikologis bagi anak. Hal ini dilatarbelakangi masih terjebaknya pola belajar instansi pendidikan dengan pola belajar sebelum pandemi, di samping itu juga belum mampunya orangtua beradaptasi dalam membimbing belajar anak-anaknya.

Menurutnya, harus ada komunikasi dua arah secara intens antara orangtua dan sekolah. Mengejar capaian akademik seharusnya tidak perlu dilakukan dalam situasi pandemi seperti saat ini. “Karena semuanya belum siap, dengan mengejar akademik itu padahal situasinya tidak sama, akhirnya anak tertekan secara psikologis,” ungkapnya.

Untuk menyelamatkan psikologis anak lantaran bosan dan jenuh, guru diminta untuk mulai kreatif dalam memberikan bahan ajar selama BDR. Selain itu, orangtua juga diminta untuk mulai menyesuaikan diri, mempelajari bahan ajar yanv harus diberikan kepada anak serta menyesuaikan cara penyampaiannya.

“Jadi orangtua itu harus belajar, kalau bisa dia ngobrol, menjadi teman tapi sebenarnya itu sedang belajar. Jadi orangtua tidak setres, anak tidak stres, kenapa orangtua stress karena dia mengikuti teks book itu, mengikuti target akademik itu,” lanjut Frans.

Selain pola belajar, perhatian orangtua kepada anak juga musti menjadi perhatian. Selain itu, orangtua diminta untum menyisihkan waktunya baik untuk berinteraksi dengan anak maupun dengan sekolah. Karena, jika kedua orangtua harus bekerja, maka hak ini tidak bisa ditanggalkan, dikhawatirkan dapat merenggut hak anak.

Kondisi ini yang dirasakan oleh Shafa Salsabillah. Siswa kelas VI SDN Jati Kramat ini mengaku jenuh dan bosan belajar di rumah. Dia berharap secepatnya kembali ke sekolah bertemu guru dan teman-temannya yang lain. Selain bosan, proses pembelajaran di rumah ini juga diakui sulit, terutama matematika.”Paling susah matematika, kalau (diajarkan) mamah marah-marah mulu jadi takut,” ungkapnya kepada Radar Bekasi, Kamis (23/7).

Saat Kota Bekasi mulai beradaptasi dengan tatahan hidup baru (ATHB), Shafa saat ini sudah mulai kembali bermain dengan teman-temannya di rumah, meskipun jumlahnya lebih sedikt dibandingkan sebelum pandemi. Shafa harus segera bergegas bangun dari tidurnya dan bersiap untuk belajar mulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 10.00 WIB.

Ibundanya, Sabarkah Fari Malam (35) juga mengakui kedua anaknya, yakni Shafa dan anak pertamanya yang kini duduk di kelas tiga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mulai mengeluh jenuh dan bisa berada di rumah. Kesabarannya kerap habis, saat harus berperan menjadi guru SD dan guru SMK bagi anaknya.
“Abis kalo dijelasin kadang dia ngeyel, yaudah kerjain sendiri,” ungkapnya.

Perjuangan orangtua harus ekstra keras untuk mendukung pembelajaran online anak-anaknya, seperti Sabarkah, pengeluaran untuk membeli paket data, padahal suaminya di rumahkan dari tempat kerja sejak bulan Maret hingga Mei lalu.

Selain pengeluaran lebih besar yang dikeluhkan, ia juga mengaku kesulitan untuk mengajari anaknya memahami pelajaran yang di berikan setiap harinya. Hingga akhirnya, terpaksa meminta bantuan kepada tetangga sekitar.”Solusinya paling nanya tetangga, kalau nggak kadang-kadang ade (Shafa) nanya guru sih nanti di jelasin cuma nggak detail kaya di sekolah,” tukasnya.

Situasi ini tidak jauh berbeda dialami oleh keluarga Anisa Aprilia (33), anak keduanya sudah mengeluh bosan dan ingin segera kembali sekolah. Setiap hari ia harus membantu kedua anaknya yakni Dhafin Keiko Kustara (10) yang saat ini duduk di kelas 5 sekolah dasar dan Kashiya Renjira Kustara (8) kelas 2 sekolah dasar untuk menyelesaikan tugas sekolah.

Setiap hari, keduanya harus menyelesaikan tugas berupa rekaman video yang diminta oleh guru, setelah itu mencicil tugas tertulis yang dikumpulkan setiap awal pekan. Selain mengganggu pekerjaan rumah Anisa, aktivitas BDR ini juga kerap menghambat waktu ayahnya untuk berangkat bekerja.”Emang udah nanya si anak mah, udah mulai jenuh di rumah,” ungkap ibu tiga anak tersebut.

Ia juga menyadari, tugas yang diberikan oleh sekolah membuat Anisa harus mencari jalan menyelesaikan tugas tersebut. Diantaranya mencari langkah penyelesaian tuga melalui sambungan internet.

Bahkan, tugas matematika milik anaknya pernah membuat Anisa dengan suaminya harus beradu argumen, memutuskan langkah oe yelesaian tugas yang akan diajarkan kepada anaknya.”Apalagi soal matematika, ampun emaknya teriak Mulu,” tandasnya.

Pengalaman serupa juga dirasakan Eva Rianti (38). Warga Jalan Dokter Setia Budi, RT 05/06 Kampung Bulak Indah, Desa Karang Asih ini mengaku harus ekstra sabar untuk bisa mendidik dua anaknya di tengah kesibukan bekerja diluar.

“Kita para orangtua khususnya yang bekerja merasakan. Dimana, kalau tiap malam anak pasti ngeluh. Kebanyakan, pelajaran yang tidak dimengerti. Saya suka bingung sebenarnya. Sampai kapan bakal kayak gini. Saya kerja, suami saya juga sama kerja,” keluh Eva saat di temui Radar Bekasi, di tempat Kerjanya di sekitaran Komplek Wibawa Mukti, Kecamatan Cikarang Timur, Kamis (23/7).

Tidaklah mudah bagi Eva, untuk bisa fokus bekerja. Juga ternyata, mengajar anak-anak sangatlah sulit. Dengan segala permasalahan dan penuh tantangan, terutama soal kesabaran eva dan suaminya Abdul idwan (42) diuji setiap hari selama masa pandemi Covid-19.

“Semua orangtua pasti bingung. Bila dihadapkan dengan pekerjaan. Sistem belajar anak terabaikan, karena mesti belajar tanpa pantauan orangtua secara langsung,” imbuhnya. (sur/dan)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin