Berita Bekasi Nomor Satu

FPHI Sebut Hati Eka Sudah Mati

GOTONG KERANDA: Sejumlah guru honorer yang tergabung dalam Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI), mengotong keranda, saat melakukan aksi unjuk rasa hari kedua, di Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Bekasi, Desa Sukamahi, Cikarang Pusat, Selasa (25/8). ARIESANT/RADAR BEKASI
GOTONG KERANDA: Sejumlah guru honorer yang tergabung dalam Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI), mengotong keranda, saat melakukan aksi unjuk rasa hari kedua, di Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Bekasi, Desa Sukamahi, Cikarang Pusat, Selasa (25/8). ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Para guru honorer yang tergabung dalam Forum Persatuan Honorer Indonesia (FPHI) Kabupaten Bekasi, melakukan aksi damai dengan melaksanakan salat jenazah di halaman Perkantorn Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, Selasa (25/8).

Kegiatan tersebut, menandakan hati Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja yang sudah mati. Lantaran dinilai tidak menepati janji yang sudah diucapkan secara langsung kepada para guru honorer.

Kemudian, untuk memperjuangkan nasib mereka (guru honorer,Red) berkeliling membawa keranda sebagai gerakan teatrikal untuk membuka pintu hati Eka sebagai kepala daerah. Dengan tujuan, agar memperhatikan nasib ribuan guru honorer yang bertugas mencerdaskan anak bangsa.

“Kami akan terus berjuang. Surat permohonan izin aksi terus kami laporkan kepada Polres Metro Bekasi untuk aksi damai beberapa hari ke depan. Sebab, kami nilai hati Pak Eka sudah mati. Sebab, janjinya tidak ditepati,” ujar Ketua Korda FPHI Kabupaten Bekasi, Andi Heryana

Seperti diketahui, FPHI menuntut agar Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja, menghapus poin empat dan lima dalam petikan keputusan Kadisdik Kabupaten Bekasi Nomor 800/01/Unpeg-Disdik/2020 tentang penugasan guru dan tenaga kependidikan Non-ASN di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi, sesuai yang telah dijanjikan.

Sebelumnya diberitakan, ada lima poin tertera pada Suurat Keputusan (SK) berkenaan dengan berakhirnya karir honorer. Pertama, meninggal dunia. Kedua, mengundurkan diri. Ketiga, diberhentikan karena melanggar perjanjian kerja. Keempat, tidak dilakukan perjanjian kerja kembali dan Kelima, jabatan diisi oleh ASN.

Menurut Andi, dua poin dari keputusan tersebut sangat merugikan tenaga honorer. Sedangkan sampai saat ini, Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) non ASN belum ada perjanjian dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi.

Selanjutnya, kaitan dengan poin ke lima, dimana jabatan kosong akan diisi oleh ASN dan tertera pada Surat Penugasan (SP) yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi.

“Saya masih ingat betul janji Pak Eka, yang akan menghapus poin empat dan lima menggunakan tangannya sendiri. Jangan-jangan Pak Eka sudah pikun atau lupa dengan janji atau ucapannya. Namun hingga saat ini, belum juga terealisasi. Oleh sebab itu, kami menagih janji kepala daerah yang mengaku sebagai orangtua guru honorer,” tutur Andi usai memimpin aksi damai, Senin (24/8).

Dalam aksi damai tersebut, para pendemo membawa keranda mayat dengan berbagai tulisan. Diantaranya, pendusta, pikun, KKN dan korupsi. Tulisan tersebut merupakan gambaran bupati yang dinilai mata hatinya sudah buta. Sebab, apa yang telah diucapkan tidak sesuai dengan realita.

Lanjut Andi, mereka akan terus melakukan aksi sampai ada jawaban resmi dari bupati. Bahkan, besok (hari ini, Red), pihaknya akan kembali melakukan aksi unjuk rasa dengan jumlah massa yang lebih banyak lagi. (and)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin