Berita Bekasi Nomor Satu

RS Swasta Terancam Bangkrut

Illustrasi

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sejumlah Rumah Sakit (RS) Swasta di Kota Bekasi terancam tidak dapat beroperasi lagi alias bangkrut. Pasalnya, mereka harus memikul beban biaya operasional yang sangat besar, sementara pemasukan turun drastis.

Hal ini membuat para pengelola rumah sakit kesulitan untuk menutupi biaya operasional. Beban rumah sakit juga semakin tinggi dalam menangani pasien Covid-19. Ada pula rumah sakit yang sudah terancam kolaps di depan mata akibat dampak kondisi pandemi wabah corona yang berkepanjangan ini.

Sepinya pasien rumah sakit lantaran diduga takut karena keberadaan pasien Covid-19 di rumah sakit. Kini, RS swasta mengalami imbas pada sisi bisnis karena ruang rawat pasien umum tidak terisi, bertolak belakang dengan ruang rawat pasien Covid-19.

“Jadi kalau dilihat RS sepi-sepi saja, ya sepi, karena satu RS swasta Kota Bekasi itu hanya menyediakan lima bed isolasi untuk Covid-19,” kata Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Kota Bekasi, Eko S Nugroho, Senin (31/8).

Dalam situasi ini, RS swasta harus memutar otak untuk mencukupi keuangan RS guna membayar honor karyawan. Tercatat sedikitnya lima RS Swasta terpaksa harus memperkerjakan karyawannya dengan sistem bergantian, satu hari masuk kerja, satu hari libur.

Hampir seluruh RS swasta mengalami penurunan pendapatan hingga 70 persen. Dengan situasi ini, RS swasta disebut tidak mungkin menambah kapasitas tempat tidur bagi pasien Covid-19, baik dari sisi keuangan maupun Nakes.

Kendala keuangan RS swasta telah disampaikan kepada Satuan Tugas (Satgas) percepatan penanganan Covid-19 Kota Bekasi, bahkan jika situasi ini terus berlanjut dan RS tidak memiliki daya tampung lebih banyak bagi pasien Covid-19, maka diprediksi RS kolaps.

Selain itu, tingginya kasus Covid-19 di Kota Bekasi, membuat ruang isolasi di RS semakin menipis. Eko menambahkan, daya tampung ruang isolasi khusus setelah terjadi peningkatan kasus dewasa ini telah terpakai 90 persen dari 120 tempat tidur yang disediakan. Sebanyak 42 rumah sakit swasta menangani pasien Covid-19, setiap rumah sakit menyiapkan 1 hingga 5 bed, memperhatikan kemampuan fasilitas rumah sakit dan Tenaga Kesehatan (Nakes).”Saat ini sudah terisi 90 persen lebih, jadi tersisa hanya 10 persen kurang,” katanya.

Data pasien bergejala yang memerlukan penanganan medis di RS dipaparkan terus bergerak, baik bertambah maupun berkurang setelah pasien dinyatakan sembuh. Saat ini, pasien yang di rawat di RS swasta merupakan pasien yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Kota Bekasi maupun di luar Kota Bekasi.

Peningkatan jumlah pasien Covid-19 ini disebut terjadi sejak pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), setelah sebelumnya hanya terisi 50 persen dari kapasitas rumah sakit swasta. Untuk mengatasi situasi pandemi ini, ARSSI mengatakan bahwa pihaknya telah memutuskan untuk mendukung langkah pemerintah dengan segala konsekuensinya.

Terpisah, Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi menyebut peningkatan kasus melonjak tajam, dari total 160 sampel yang di uji oleh Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) pada 30 Agustus kemarin, 17 sampel baru terkonfirmasi positif, 3 diantaranya sampel lama yang juga menunjukkan hasil positif.

Satu hati sebelumnya, dari total 160 sampel yang di uji, 25 sampel baru terkonfirmasi positif, dua diantaranya sampel lama yang juga menunjukkan hasil positif.”Yang tanggal 28 (Agustus), 153 tes, 24 positif baru, 3 sampel lama, satu luar kota, jadi memang rata-rata diatas 15 persen (terkonfirmasi positif dari jumlah sampel yang di uji),” katanya saat dijumpai.

Saat ini jumlah alat PCR yang dimiliki oleh Pemkot Bekasi berjumlah tiga unit, ditambah satu alat pemberian Pemerintah Provinsi. Antrian sampel yang menunggu untuk dilakukan pengujian tercatat 1.000 sampel.

Rahmat juga membenarkan adanya peningkatan pasien Covid-19 di RS swasta, beruntung durasi perawatan pasien tidak terlampau lama. Tidak dipungkiri bahwa situasi ini akan berdampak kepada aktivitas bisnis RS.

“Kan di stadion (ruang rawat darurat), kalau nanti buruk lagi ya mau gak mau kita pakai salah satu yang bisa kita pakai (gedung) yang mana, ada islamic centre,” tambahnya.

Untuk menghadapi situasi ini, ARSSI memberikan masukan kepada Pemkot Bekasi untuk membuka shelter isolasi mandiri bagi pasien yang tidak memerlukan pelayanan RS seperti gedung sekolah sehingga tidak memicu klaster keluarga. Fasilitas penunjang yang dimiliki oleh gedung sekolah seperti kamar mandi dinilai sesuai untuk menjadi tempat penampungan isolasi mandiri.

Usulan tersebut belum dilakukan lantaran layanan kesehatan dinilai masih mencukupi saat ini, usulan yang telah berjalan adalah rumah sakit darurat di area stadion Patriot Candrabhaga. (Sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin