Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Tak Bergantung dengan Bantuan

EMPAT PENCAIRAN SEMBAKO: Pengendara sepeda motor melintas di depan E-Warung agen BNI di Kawasan Jatimulya, Kabupaten Bekasi, Selasa (16/2). RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.
EMPAT PENCAIRAN SEMBAKO: Pengendara sepeda motor melintas di depan E-Warung agen BNI di Kawasan Jatimulya, Kabupaten Bekasi, Selasa (16/2). RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Ketika banyak warga memperjuangkan program bantuan dari pemerintah, namun tidak sedikit warga yang berusaha mandiri tanpa mengharapkan bantuan. Beragam pekerjaan dilakukan untuk menyambung hidup mereka. Gambaran itu terlihat sebagian warga ekonomi bawah di Kampung Mede, Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan.

Sejumlah warga yang dijumpai oleh Radar Bekasi berusaha memperoleh pendapatan mulai dari menjual nasi uduk hingga rela membersihkan jalan lingkungan tanpa garansi memperoleh pendapatan tetap per bulan.

Warga tidak menolak jika diberi bantuan, meskipun mereka tidak keberatan jika tidak mendapat bantuan sosial. Salah satunya adalah Saadah (65), warga yang tinggal di RT 03/02 ini tinggal seorang diri, anaknya telah berkeluarga, sementara suaminya telah meninggal dunia sebelum ia tinggal di Bekasi. Saadah tinggal di Bekasi sudah lebih dari 10 tahun, ia harus membiayai hidupnya sendiri, satu bulan untuk membayar sewa kontrakan satu petak dan biaya listrik harus menyediakan uang Rp500 ribu.

Saat ini ia bekerja sebagai karyawan warung makan, tugasnya mencuci piring, ia menerima upah Rp50 ribu setiap hari sebagai upah kerja. Demi tetap mencukupi kebutuhan hidup, ia membersihkan jalan lingkungan di sekitar rumahnya, aktivitas ini dimulai sekira pukul 03:00 WIB dini hari, pagi harinya bergegas untuk bersiap pergi bekerja di rumah makan.

“Alhamdulillah (ada pemberian warga yang melintas saat membersihkan jalan lingkungan), orang jalanan pasti, kadang Rp5 ribu, Rp10 ribu, Rp20 ribu saya kumpulin. Yang penting ridho, saya terima,” katanya saat dijumpai, Selasa (16/2).

Uang yang ia terima dari warga melintas dini hari mulai dari Rp2 ribu, ia terima selama pemberian warga didasari rasa ikhlas. Selama ini, ia mengaku mendapatkan bantuan Rp300 sampai Rp600 ribu, entah berapa kali ia tidak ingat, bantuan yang ia sebut datang dari pemuda di lingkungan sekitar ini disebut cukup membantu biaya hidupnya pada masa pandemi, syaratnya hanya melampirkan KK dan KTP.

Mengenai Program Keluarga Harapan (PKH) atau kartu KKS yang dapat digunakan sebagai ATM, ia mengaku tidak pernah mendapatkannya. Namun situasi ini tidak pernah ia sesali. Hari raya idul Fitri 2020 lalu, ia juga mendapatkan bantuan sembako dari pengurus RT setempat.

“Kemarin Corona tiga bulan (kontrakan tidak terbayar) yaAllah, langsung dapat sumbangan anak-anak muda disini, alhamdulillah ketutup,” katanya saat dijumpai sepulang kerja.

Warga lainnya yang dijumpai oleh Radar Bekasi, Rosmah (75) yang tinggal bersama anaknya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ia menjual nasi uduk sebagai menu sarapan setiap pagi. Ia mengaku pernah mendapatkan bantuan dari pengurus RT setempat, serta BPUM Rp2,4 juta, sementara bantuan rutin PKH, BSP, atau BST tidak ia terima.”Cuma bikin nasi uduk aja pagi, dari pada bengong. (Hasilnya) Buat ngaji kemana, kalau temen sakit kita ngasih dikit-dikit gitu,” paparnya tegar.

Ia mengaku tidak pernah menghitung keuntungan dari hasil menjual nasi uduk, yang terpenting bagi Rosmah, ia bisa mencukupi kebutuhan makan sehari-hari ia dan anaknya. Rasa syukur tetap diucapkan saat empat tahun lalu mendapat bantuan dari pemerintah untuk memperbaiki kondisi rumahnya, rumah yang sebelumnya beralaskan tanah, saat ini telah dilapisi keramik.

Warga di sekitar rumahnya adalah pasar untuk ia menjajakan nasi uduk setiap pagi. Wanita bertubuh gempal ini terlihat riang, tidak ambil pusing memikirkan situasi ekonomi keluarganya, sekalipun bantuan pemerintah.”Alhamdulillah cukup (kebutuhan sehari-hari), cuma berdua beras setengah liter mah cukup,” tukas warga asli Bekasi ini.

Bergerak 200 meter dari rumah Rosmah, Radar Bekasi juga berjumpa dengan Lansia yang akrab disapa Wa Uti, ia tinggal berdua dengan anaknya. Selama ini ia merasakan bantuan Sembako dari pengurus RT saat mendekati hari raya idul fitri, selebihnya tidak, untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari tetangga dan kerabat sekitar kerap berbagi dengan Wa Uti dan anaknya, untuk kebutuhan dalam mengakses layanan kesehatan pun ia harus mengeluarkan kocek sendiri.

Sang anak yang kerap disapa Bongkar oleh warga sekitar mengaku hanya sebagai pekerja serabutan. Saat tidak ada pekerjaan dengan kriteria tenaga yang dibutuhkan, Bongkar hanya berdiam di rumah menjaga ibunya. Ke duanya tinggal di rumah yang nampak masih kokoh, peninggalan suami Wak Uti, ayahnya.”Kalau dibagi ya mau, Mak mah kalau dikasih ambil, engga ya biarin,” kata Bongkar saat dijumpai di rumahnya.

Selama ini, tidak ada aparatur yang datang untuk mendata atau memberikan informasi bantuan sosial kepada ia dan orang tuanya, harapannya saat ini bisa mendapatkan bantuan untuk modal usaha. Dengan statusnya sebagai pekerja serabutan yang selama ini dijalani, ia percaya rizki tuhan tidak akan tertular, waktunya akan tiba.”Harapannya ya banyak sih, kalau ada ya buat usaha,” tukasnya. (Sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin