Berita Bekasi Nomor Satu

Komunikasi Rasional dalam Pilkada 2020

Radarbekasi.id – BERDASARKAN jadwal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU), 9 Desember 2019 sampai dengan 3 Maret 2020, merupakan masa penyerahan syarat dukungan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur oleh partai politik ke KPU Provinsi.

Sementara 11 Desember 2019 sampai dengan 5 Maret 2020 merupakan masa-masa penyerahan syarat dukungan pasangan calon bupati/wali kota beserta wakil oleh partai politik ke KPU Kabupaten/Kota.

Bagi politikus yang akan mengikuti kontestasi politik bergengsi lima tahunan ini, sebelum 3 atau 5 Maret 2020 adalah waktu-waktu sibuk untuk melakukan komunikasi politik.

Baik antara tokoh-tokoh dalam mencari pasangan, maupun untuk mencari dukungan partai. Pada masa inilah lobi-lobi politik semakin intensif dilakukan untuk menentukan siapa berpasangan dengan siapa dan siapa didukung oleh partai apa.
Idealnya, komunikasi politik yang terjadi saat ini adalah komunikasi yang rasional, dimana partai politik menyeleksi anak-anak bangsa terbaik yang akan mereka tawarkan kepada rakyat untuk dipilih sebagai kepala daerah baik di tingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat provinsi.

Partai politik adalah harapan rakyat untuk menyeleksi tahap awal calon pemimpin mereka lima tahun mendatang. Oleh sebab itu rakyat sangat berharap agar partai politik bisa melakukan komunikasi yang rasional dalam melaksanakan lobi-lobi politik untuk menentukan calon kepala daerah.

Komunikasi yang rasional dalam menentukan calon kepala daerah adalah komunikasi yang ideal. Dalam menentukan pemimpin rakyat partai politik melihat kualitas tokoh yang akan diusung.

Komunikasi yang rasional dalam menentukan calon kepala daerah adalah komunikasi yang bertujuan untuk melihat rekam jejak calon kepala daerah. Selain itu, komunikasi yang rasional adalah komunikasi yang bertujuan untuk melihat visi misi terbaik yang ditawarkan calon kepala daerah.

Artinya, komunikasi yang rasional adalah komunikasi yang tidak dilakukan dengan berdasarkan seberapa banyak mahar yang dihantarkan oleh seorang calon kepada partai politik.

Komunikasi yang rasional tidak melihat anak siapa calon yang diusung (anak presiden, anak wakil presiden, anak gubernur, anak menteri atau anak orang kaya). Komunikasi rasional menekankan kualitas tokoh, bukan isi tas yang disediakan untuk memenangkan pemilihan kepala daerah.

Jika dilihat referensi tentang komunikasi yang rasional, hal ini berakar dari pemikiran rasionalitas komunikatif yang merupakan gagasan filsuf Jerman yang juga tokoh Teori Kritis dari Mazhab Frankfurt, yaitu Jurgen Habermas.

Menurut Habermas, rasionalitas komunikatif ini sudah tertanam di dalam akal budi manusia. Rasionalitas komunikatif sudah ada dalam diri manusia dan idealnya digunakan dalam berkomunikasi antara manusia satu dengan yang lain.

Masih menurut Habermas, pada dasarnya rasionalitas komunikatif itu akan selalu ada dalam diri manusia dan tidak mungkin dihilangkan selama yang bersangkutan masih menjadi manusia.

Menurut teori yang digagas Jurgen Habermas ini, komunikasi yang rasional adalah kemampuan komunikasi yang baik untuk mencapai salingpengertian.
Komunikasi yang rasional adalah komunikasi yang sehat, tidak ekslusif, komunikasi yang tidak ada dominasi di dalamnya, komunikasi yang egaliter, komunikasi yang berlandaskan kejujuran, ketepatan dan kebenaran.

Dalam konsep komunikasi rasional, pengirim pesan (komunikator) memperlakukan penerima pesan (receiver) sebagai manusia yang memiliki akal dan perasaan. Komunikator tidak memperlakukan penerima pesan sebagai benda mati untuk mencapai tujuan pengirim pesan.

Tantangan berat untuk mewujudkan rasionalitas komunikatif adalah dimana kapitalisme menjadi raja di semua lini kehidupan manusia saat ini. Intinya nyaris semua aspek kehidupan mementingkan keuntungan semata.

Muara kehidupan seolah-olah hanya menjadikan keuntungan finansial menjadi tujuan utama. Begitu juga dalam kehidupan politik dalam berbangsa dan bernegara, banyak keputusan (termasuk memutuskan siapa calon kepala daerah yang akan diusung oleh partai) berdasarkan perhitungan keuntungan finansial. Artinya, dalam hal ini telah terjadi komunikasi yang tidak rasional dalam komunikasi politik Indonesia.

Terjadinya komunikasi yang rasional akan mendorong terciptanya validity claim yang ditandai dengan terpenuhinya beberapa syarat yaitu; pertama komunikasi yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu, kedua terciptanya komunikasi yang memenuhi norma-norma yang berlaku, dan ketiga komunikasi yang rasional adalah komunikasi yang mengutamakan kejujuran otentik.

Realitas politik saat ini adalah partai politik dan aktor-aktor politik di dalamnya kerapkali menentukan mahar yang tinggi untuk calon kepala daerah yang akan diusungnya.

Politik uang terjadi untuk mendapatkan dukungan dari partai oleh calon kepala daerah yang ingin maju sebagai kepala daerah baik di tingkat kabupaten/kota atau di tingkat provinsi. Sudah bukan rahasia lagi jika pada beberapa kasus pemilihan kepala daerah terjadi “jual beli” kursi untuk mendukung kepala daerah tertentu. Sederhananya, partai mengusung calon kepala daerah yang mampu membayar mahal untuk dukungan mereka.

Dalam hal inilah terjadi komunikasi yang tidak rasional itu. Jika mengikuti konsep rasionalitas komunikatif maka sejatinya partai politik akan mendukung calon kepala daerah yang diinginkan oleh rakyat.

Calon kepala daerah yang hadir memberikan solusi untuk permasalahan yang dialami oleh rakyat di daerah yang akan dipimpinnya. Akan tetapi yang terjadi dalam komunikasi politik saat ini adalah terjadinya komunikasi yang tidak rasional. Partai politik mendukung calon kepala daerah berdasarkan seberapa besar “setoran” kepada partai ataupun oknum-oknum di dalam partai tersebut.

Hal yang sangat berat bagi demokrasi adalah ketika menjalankan proses demokrasi tersebut tidak lagi dijalankan secara rasional. Komunikasi yang terjadi tidak lagi melihat persoalan visi misi kepemimpinan, tidak lagi soal kapasitas calon pemimpin.

Komunikasi yang terjadi hanyalah soal seberapa besar keuntungan finansial yang akan diperoleh dengan memberikan dukungan pada calon kepala daerah tersebut.
Dengan fakta itu, politik uang tidak akan menghasilkan domokrasi yang baik bagi masyarakat Indonesia. Politik uang, mahar politik, hanya akan menghasilkan demokrasi yang penuh racun bagi masyarakat.

Hal yang sangat jelas dengan terjadinya politik uang tentunya meningkatnya biaya politik. Meningkatnya ongkos politik tentu akan menjadi penghalang munculnya kepala daerah yang memiliki kapasitas yang baik untuk memimpin, tapi tidak memiliki atau tidak mau terlibat politik uang.

Persoalan lain dengan politik uang adalah pemimpin yang lahir melalui politik uang tentu tidak akan bekerja maksimal untuk menyejahterakan rakyat. Hal ini karena konsentrasi yang bersangkutan harus dibagi dengan usaha untuk mengembalikan modal politik yang telah dikeluarkan untuk membayar mahar kepada partai dan biaya kampanye yang tinggi.

Selain itu, kepala daerah terpilih juga berusaha mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan untuk membeli suara rakyat baik secara langsung atau melalui jalan kotor yang dilakukan pihak lain.

Politik uang adalah cara lobi-lobi politik yang merupakan bagian dari komunikasi yang tidak rasional. Politik uang hanya akan melanggengkan penindasan terhadap rakyat, karena politik uang hanya mengakomodir kepentingan para pemilik uang yang besar. Politik uang mendorong rakyat pada kesengsaraan dan mendorong bangsa Indonesia pada kehancuran.

Banyak orang yang sepakat dengan pernyataan di atas, bahkan tokoh-tokoh yang memegang kekuasaan di partai politik pun barangkali setuju. Namun persoalannya adalah partai manakah yang mampu melakukan komunikasi yang rasional itu?
Partai manakah yang berani menentukan calon bukan berdasarkan mahar politik yang disetornya? Partai manakah yang berani mengusung calon kepala daerah berdasarkan kualitas bakal calon yang akan diusung?

Sebagai bagian rakyat Indonesia kita berharap komunikasi yang rasional terjadi dalam lobi-lobi politik saat ini, sebagai bagian dari rakyat Indonesia kita juga akan mendukung penuh partai politik yang melakukan komunikasi politik yang rasional itu.

Semoga saja harapan ini tidak seperti meminta tanduk pada kuda, tidak meminta sayap pada singa. (*)

Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP, UPN Veteran Jakarta


Solverwp- WordPress Theme and Plugin