Berita Bekasi Nomor Satu

Ramai ‘Pinjam Dulu Seratus’, Ini Analisis Hukum Utang Piutang dalam Islam

Uang seratus ribu rupiah.

RADARBEKASI.ID, BEKASI Ramai di media sosial mengenai ‘Pinjam Dulu Seratus’. Frasa ini merujuk mengenai permintaan seseorang untuk berutang dengan nominal Rp100 ribu.

Dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, memberikan bantuan kepada mereka yang kesulitan adalah tindakan yang sangat dianjurkan. Salah satu nilai yang dijunjung tinggi dalam Islam adalah saling tolong-menolong dan peduli terhadap sesama.

Ketika seorang teman datang kepada kita dengan permintaan pinjaman uang, ini adalah peluang untuk mengamalkan nilai-nilai tersebut. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk saling membantu dan berbagi dengan sesama, terutama ketika mereka berada dalam kesulitan.

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa melapangkan seorang mukmin dari suatu kesusahan di dunia, maka Allah akan melapangkannya dari kesusahan pada hari kiamat; barangsiapa yang memudahkan bagi orang yang sedang mendapatkan suatu kesulitan, Allah akan memudahkan orang itu di dunia dan di akhirat; dan barangsiapa yang menutup cela seorang muslim, Allah akan menutup kesalahannya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya.” [HR. Muslim].

Namun, lebih dari sekadar memberikan pinjaman uang, Islam juga mengajarkan nilai-nilai keuangan yang penting. Salah satunya adalah kewajiban untuk melunasi utang. Melunasi utang adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan oleh orang yang berutang. Bahkan lebih lanjut, Islam mendorong agar orang yang sudah mampu untuk melunasi utang secepat mungkin.

Menunda-nunda pembayaran utang bagi orang yang telah memiliki kemampuan untuk melunasi dikategorikan sebagai sebuah kezaliman dalam Islam. Ini menekankan pentingnya berpegang teguh pada komitmen keuangan dan memahami tanggung jawab kita terhadap orang lain.

“Diriwayatkan dari Hamam ibn Munabbih, bahwasanya ia mendengar Abu Hurairah ra, berkata: Rasulullah Saw bersabda: Menunda-nunda pembayaran utang bagi orang yang mampu adalah suatu kedzaliman.” [HR. al-Bukhari].

Ketika memberikan pinjaman uang kepada teman, ingatkan mereka tentang tanggung jawab melunasi utang sesegera mungkin jika sudah mampu. Dalam Islam, hubungan keuangan antar teman didasarkan pada kejujuran, saling percaya, dan tanggung jawab. Baik dalam pertemuan informal maupun dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menjadi teladan dalam menerapkan nilai-nilai ini.

Sebagai umat Islam, kita diharapkan untuk berusaha memahami dan mengamalkan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari kita. Dalam memberikan pinjaman uang kepada teman dan dalam melunasi utang kita sendiri, kita dapat menghormati nilai-nilai agama dan mengambil langkah-langkah yang baik untuk menjaga hubungan baik dengan sesama dan menjalankan kewajiban keuangan kita dengan benar.

Beliau menyuruh Abu Rafi’ untuk mengembalikan unta milik lelaki tersebut. Abu Rafi’ kembali kepada beliau dan berkata,

“Wahai Rasulullah! Yang kudapatkan hanyalah seekor unta ruba’i terbaik?” Beliau bersabda,  “Berikan saja kepadanya. Sesungguhnya orang yang terbaik adalah yang paling baik dalam mengembalikan hutang.” (HR. Bukhari dalam Kitab Al-Istiqradh, baba istiqraz Al-Ibil (no.2390), dan Muslim dalam kitab Al-musaqah, bab Man Istaslafa Syai-an Fa Qadha Khairan Minhu (no.1600)

Nabi Sholallohu’alaihiwasallam juga bersabda: “Setiap muslim yang memberikan pinjaman kepada sesamanya dua kali, maka dia itu seperti orang yang bersedekah satu kali.” (Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albani di dalam Irwa’ Al-ghalil Fi Takhrij Ahadits manar As-sabil (no.1389)).

Sementara dari Ijma’, para ulama kaum muslimin telah berijma‘ tentang disyariatkannya hutang piutang (peminjaman).

Adapun hukum berhutang atau meminta pinjaman adalah diperbolehkan, dan bukanlah sesuatu yang dicela atau dibenci, karena Nabi  Sholallohu’alaihiwasallam pernah berhutang. (HR. Bukhari IV/608 (no.2305), dan Muslim VI/38 (no.4086)).

Namun meskipun berutang atau meminta pinjaman itu diperbolehkan dalam syariat Islam, hanya saja Islam menyuruh umatnya agar menghindari hutang semaksimal mungkin jika ia mampu membeli dengan tunai atau tidak dalam keadaan kesempitan ekonomi.

Karena utang, menurut Rasulullah Sholallohu’alaihiwasallam, merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Utang juga dapat membahayakan akhlaq, sebagaimana sabda Rasulullah Sholallohu’alaihiwasallam: “Sesungguhnya seseorang apabila berhutang, maka dia sering berkata lantas berdusta, dan berjanji lantas memungkiri.” (HR. Bukhari).

Rasulullah Sholallohu’alaihiwasallam pernah menolak menshalatkan jenazah seseorang yang diketahui masih meninggalkan hutang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya. Rasulullah SAW bersabda: “Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali hutangnya.” (HR. Muslim). (oke)

 

 

 

 


Solverwp- WordPress Theme and Plugin